Ai kembali
lagi dengan karangan baru yang gak kalah hancur dari sebelumnya. xD
Enjoy yaaah! Dan oh ya, yang ini sangat panjang ceritanyaaa...
ooOoo
Tomboy vs Culun
Bruuuuk..
“yosh! Berhasil!”
“Sekali lagi, piala kompetisi adu kekuatan dibawa pulang oleh kontestan termuda kita, Kirana Pramuningrat.”
“Wuah.. Kiran! Kiran! Kiran! Kau hebaaaat >
Si empunya nama tersenyum lebar dan dengan penuh bangga memeluk piala yang baru saja menjadi miliknya. Kirana Pramuningrat, seorang gadis tomboy dari keluarga kaya raya yang sangat suka berkelahi. Dia menjuarai beberapa kompetisi adu kekuatan nasional. Kini usianya beranjak 17 tahun. Dia cukup pintar di sekolahnya. Hanya saja, dia tidak suka berteman. Baginya, teman itu pengganggu besar yang suka ikut campur.
ooOoo
Hari itu, Kiran tampak bersemangat menyambut hari pertama sekolah di semester awal kelas XII SMA. Kakinya melangkah cepat menuju kelas barunya. Sesampainya di kelas, dengan cepat bola matanya berkeliling mencari tempat duduk yang tepat untuknya selama setahun terakhir di sekolah ini. Hanya tersisa satu satu kursi kosong, paling depan dan paling dekat dengan meja guru. Tempat itu adalah tempat yang paling menakutkan sehingga satupun tak ada yang berani mengambil resiko. Di samping tempat duduk tersebut tergeletak tas biasa yang entah siapa tidak diketahui pemiliknya.
Kiran menghela nafas panjang dan dengan berat hati mendaratkan tubuhnya pada singgasana barunya itu.
Tak lama setelah Kiran beradaptasi dengan kursinya, seseorang berkacamata, cukup tampan dan bertubuh tinggi memasuki kelas dan mendekati tas biasa yang tergeletak di samping Kiran. Tanpa ragu, ia duduk tepat di sebelah gadis tomboy ini.
“sa-salam kenal.” Gadis tomboy ini dikejutkan oleh suara bergetar dari pria yang duduk di sampingnya. Kiran menoleh ke pria itu dan mendapati pemandangan aneh. Pria itu tersenyum dengan tampang yang menyeramkan bagi Kiran.
“iya.” Dengan segera Kiran membuang pandangannya dan beralih merogoh isi tasnya.
“na-namaku....” agak kikuk, pria itu memperkenalkan dirinya.
“tidak perlu, tidak penting.” Kiran segera memotong pembicaraan pria yang menjadi teman sebangkunya ini.
“e-eh?” pria itu sepertinya terkejut dengan perkataan yang baru saja didengarnya. Gadis bernama Kiran itu tetap acuh dan terus saja membaca buku yang baru saja diambilnya dari dalam tas.
ooOoo
“Anak-anak, ingat, kalian harus mengurangi waktu untuk bersantai ria, kalian sudah memasuki tingkat kelas XII SMA, yang di mana sebentar lagi akan meninggalkan sekolah ini. Ibu harap kalian dapat meninggalkan sekolah ini dengan nilai yang memuaskan!”
“AAMIIN” jawab serempak penghuni kelas tersebut termasuk gadis tomboy ini.
“baiklah, kalian boleh pulang, hari pertama sekolah sudah berakhir.” Sang guru tersenyum lalu meninggalkan kelas.
Semua penghuni kelas berhamburan menuju pintu keluar, berlomba untuk segera keluar dari ruang sesak yang telah menemani mereka setengah hari ini.
Pria berkacamata tersebut juga ikut berdesakan untuk mencari pintu keluar. Tanpa ia sengaja, ia menabrak keras seorang teman kelas yang tampak menyeramkan dan bertubuh gemuk yang bisa dibilang abnormal.
“ma-maaf” pria kikuk ini segera menghampiri teman berbadan gemuk tersebut, berusaha membangkitkan tubuh besar yang tanpa sengaja berhasil ia robohkan.
“ckck. Anak culun berani cari masalah denganku, HAH?!” pria gemuk itu segera menepis tangan si culun.
Teriakan si gemuk berhasil menarik perhatian penghuni kelas, aktivitas desak-desakan tersebut berhenti seketika. Si culun tampak bingung dan terus saja menunduk. Mungkin ketakutan.
Hening
“hei bodoh! Dia punya nama!” suara yang tak asing tiba-tiba memecah keheningan yang terjadi. Suara yang khas milik Kirana Pramuningrat.
Gadis tomboy ini berjalan mendekati si pria gemuk yang baru saja disebutnya bodoh. Semua pasang mata melebar melihat aksi Kiran. Atmosfir berubah menjadi tegang.
“A-APA?!!” amarah si gemuk tak terkendali lagi, bagai binatang buas, ia berlari mendekati pria culun yang menjadi penyebab ketegangan dan kehebohan luar biasa di hari pertama sekolah mereka. Si gemuk menarik kerah seragam si culun lalu menghempaskan pria culun itu ke lantai.
“wah!” samar terdengar suara teman yang menjadi penonton itu terkejut atas tingkah si gemuk melawan si culun. Puluhan pasang mata kembali melebar, menyaksikan dengan tegang tontonan di hadapan mereka. Aksi apa lagi yang akan terjadi?
Melihat kekasaran si gemuk, Karin segera mempercepat langkahnya dan menarik baju pria gemuk itu dengan kasar. Ia bermaksud membawanya menjauh dari si culun yang masih belum berpindah dari posisinya.
“ka-kau kenapa Kiran? Si culun itu yang lebih dulu cari masalah denganku!” si gemuk membela diri. Terlihat jelas, ia tampak takut setengah mati setelah diseret kasar oleh Kiran.
“be-benar kan teman-teman?” si gemuk mengoceh kembali, berusaha mencari saksi.
Kiran mendekati si gemuk dan memegang kuat kerah seragam pria di hadapannya tersebut. Sepasang mata coklatnya melototi pria gemuk tersebut.
“sudah kubilang, dia punya nama! Dan lagi, kau tak perlu sekasar itu di hari pertama kita sekolah. Kau mengacaukan hari ini!” kerah baju si gemuk semakin kusut karena genggaman Kiran yang semakin kuat. Tanpa disadari, tubuh si gemuk terangkat sedikit. Tidak masuk akal memang, tapi inilah yang terjadi jika seorang gadis tomboy yang suka berkelahi mengeluarkan tanduknya.
KLIK
Kiran terkejut, ada seorang penghuni kelas yang rupanya sedang mengambil kesempatan untuk mengabadikan peristiwa ini. Ada yang mengambil gambarnya. Kiran melirik tajam mencari pelakunya. Tubuh si gemuk dengan kasar dihempaskan ke lantai.
“siapa yang berani mengambil gambarku?!” teriak Kiran.
Text Kutipan
Serempak penghuni kelas menunjuk pria berkacamata yang masih dalam keadaan terhempas di lantai. Bola mata Kiran membulat tak percaya.
“KA-KAU?!” Kiran meraih kerah seragam si culun lalu melototi wajah si culun yang baru saja dibelanya.
“ka-kau keren.. ja-jadi, kupikir bagus ji-jika di-diabadikan..” si culun berusaha membela diri sembari membetulkan kacamatanya yang sedikit tergoncang dari posisinya.
Semua pasang mata menatap tak percaya pada pria culun ini. Si gemuk segera berdiri dan mendekati Kiran.
“sudah kubilang, si culun ini suka cari masalah! Hajar saja, Kiran!”
“hajar! Hajar!” sejenak saja kelas itu berubah jadi panggung pertandingan. Suara bergemuruh oleh sorakan penghuni kelas yang telah berubah jadi penonton itu menambah ketegangan antara si culun dan Kiran.
Kiran menatap tajam si culun. Dan tanpa ragu, tangan Kiran melayang ke arah pipi si culun. Pukulannya tepat sasaran, si culun tersungkur jauh. Serempak sorakan itu menjadi lebih kuat dan bersemangat.
Kiran tak berhenti begitu saja, ia mendekati pria itu dan meraba dengan kasar kantong celana si culun. Ia berusaha mencari gambarnya untuk segera ia musnahkan. Kiran tersenyum setelah berhasil menggenggam sebuah ponsel yang sudah diduga milik si culun itu dan sudah pasti di dalamnya tersimpan gambar Kiran.
“ja-jangan.” si culun rupanya tak mau diam saja, dengan sekuat tenaganya, ia berdiri lalu melotot dengan sedikit kaku pada si gadis tomboy.
“lihat apa kau... Raka?” seru Kiran setelah melihat papan nama pria culun yang sedang melototinya.
“po-ponselku, kem-balikan.” Pria culun bernama Raka ini berusaha mempercepat langkahnya untuk mengambil ponsel yang sedang digenggam Kiran.
Rupanya Kiran menikmati permainan ini, ia mengarahkan ponsel itu ke segala arah untuk menghindari Raka yang berusaha mengambilnya. Kiran hanya tertawa disusul suara tawa pria gemuk dan penonton lainnya.
“culun! Culun! Culun!” sorakan ini menggema di setiap sudut kelas. Membuat Raka semakin geram. Raka diam sejenak, tampaknya berpikir keras.
Tiba-tiba, tangan pria culun bernama Raka itu menarik bahu gadis tomboy tersebut untuk masuk dalam dekapannya. Ia memeluk erat si gadis tomboy membuat semua mata membelalak seraya ingin keluar dari sarangnya.
Karin segera menolak diri dan memukul punggung Raka dengan kuat. Bukannya melonggarkan pelukan tersebut, Raka malah semakin mempereratnya seolah ingin membuat gadis tersebut mati dalam pelukannya.
“be-rikan po-ponselku dulu!” Raka berbicara terbata-bata dalam pelukan sepihaknya.
“le-lepaskan bodoh!! Kau minta dihajar lagi yaa?!!” Kiran berusaha mengancam sekuat tenaganya.
Raka menelusuri lengan Kiran hingga sampai pada jemari Kiran yang menggenggam ponselnya. Dengan kekuatannya, ia mengambil paksa ponsel tersebut dari genggaman Kiran. Dan yak! Berhasil!
Raka melonggarkan pelukannya setelah ponsel tersebut berhasil ia amankan dalam kantung celananya.
“ma-maaf.. a-aku tidak pu-punya pilihan la-lain.” Raka menunduk, tak berani melihat mata sang gadis yang baru saja ia peluk paksa. Lalu segera berlari meninggalkan kelas tersebut. Meninggalkan penghuni kelas, si gemuk dan Kiran yang masih dalam keadaan melotot penuh amarah.
ooOoo
Keesokan harinya tiba, si Raka yang tiba-tiba menjadi populer dalam sekejap tak kunjung datang ke sekolah. Semua penghuni sekolah mencari pria bertitle culun tersebut.
Tap-tap-tap
Bagaikan suara langkah kaki sang pangeran, semua mata tertuju padanya. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga di sekolah.
Seolah tak pernah terjadi apa-apa, Raka dengan acuh mendekati tempat duduknya yang di sana tampak sang putri tomboy tengah menunggu untuk menyantap sang pangeran culun ini. Semua pasang mata belum beranjak dari gerak-gerik Raka.
Setelah beberapa lama Raka mendaratkan tubuhnya, Kiran pun mulai angkat bicara. Suasana kembali tegang.
“yang kemarin itu.. kau benar-benar cari mati ya?”
“e-ehh?” respon Raka lalu menoleh ke Kiran.
“mengambil gambar tanpa izin dan memelukku dengan kasar, kau menantangku, hah?”
“i-i-itu..”
“atau, kau... menyukaiku? Tingkahmu kemarin seperti seorang pengagum rahasia, stalker atau semacam orang psikopat bodoh seperti itu.”
Raka cukup terkejut dengan terkaan Kiran. Namun, tampaknya ia memutuskan untuk diam saja.
“jadi benar dugaanku.” Kiran menarik nafas dengan kuat. “aku tidak menyukaimu. Aku tidak suka bermain-main dengan rasa suka ataupun cinta. Jadi, kau berhenti saja mengagumiku.” Tambahnya lebih tegas.
“i-ituu..” mata Raka membulat, rasanya ia ingin sekali menjelaskan kesalahpahaman gadis tomboy ini.
“kau begitu kikuk, siapa yang tertarik?” tambah Kiran sembari geleng-geleng kepala mengamati pria culun di sampingnya ini. “ckckck..”
“ti-tidak seperti itu.. kau sa-salah paham.” elak Raka sedikit takut.
“lalu apa?!” Kiran melotot lagi.
“a-aku hanya, hanya ingin be-berteman. A-aku tak pernah berpikir untuk me-menyukai a-ataupun me-mencintaimu. Ka-kau tenang saja.” Pria culun itu menjelaskan dengan tampang polosnya.
“pffftt.. bwahahah..” seketika suara tawa telah memenuhi isi kelas tersebut.
Sang pria culun memiringkan kepalanya. Sepertinya ia tidak mengerti. Sementara semburat merah mewarnai wajah si gadis tomboy, ia mungkin merasa malu atas prediksinya.
“TIDAK ADA YANG LUCU!” teriak Kiran dipenuhi amarah dan rasa malu luar biasa.
Tawa beberapa anak penghuni hilang seketika. Kiran menghembuskan nafasnya dengan kuat sembari memejamkan mata. Ia berusaha merilekskan pikirannya. Kemudian, bola matanya mengarah ke pria di sampingnya lagi.
“saya tidak suka berteman dengan siapapun, apalagi kau! Bodoh!” Kiran berdiri dari tempat duduknya. Memukul keras meja di hadapannya yang berhasil membuat semua penghuni kelas terkejut.
Suasana berubah tegang, Kiran lalu menatap sinis ke setiap pasang mata orang-orang yang memperhatikannya. Tatapan itu semakin tajam saat ia bertemu pandang dengan pria culun di sampingnya yang masih memancarkan raut wajah polos di sana.
Tatapan maut Kiran berakhir dan tampak sang gadis tomboy berjalan keluar meninggalkan kelas menyebalkan itu.
“tu-tunggu!” terdengar teriakan setengah kikuk dari si pria culun. Raka segera berdiri dan berlari mengejar gadis tomboy yang sepenuhnya telah membenci dirinya.
ooOoo
Terlihat sesimpul senyuman tipis pada wajah Raka saat ia akhirnya menemukan Kiran yang belum beberapa lama meninggalkan kelas. Raka mempercepat langkahnya.
“he-hei.. tunggu.” Raka menarik bahu Kiran membuat gadis ini menoleh sedikit kepadanya, tentunya dengan tatapan kesal setengah mati.
“apa lagi? Kau berhasil membuatku malu dua kali. Menjauhlah atau mati.” Kalimat menakutkan baru saja selesai dilontarkan gadis tomboy ini.
Tangan Raka masih memegang bahu Kiran walau tampak jelas raut wajah pria culun ini sedikit takut.
“be-bertemanlah denganku, kau.. tampaknya ke-kesepian. Benar, kan?” Raka membalikkan tubuh Kiran. Kini mereka saling berhadapan, dan tampaknya Kiran tidak menyukai ini. Respon si tomboy hanya diam.
“A-ku akan jadi teman yang baik, Kiran.” Seulas senyum dipancarkan Raka setelah mengucapkan kalimat barusan. Ini pertama kalinya ia menyebut nama Kiran, sambil tersenyum seperti itu.
“kau bahkan tidak minta maaf. Masih saja menawarkan diri jadi teman yang baik, huh? Aku tidak butuh teman. Terlebih lagi orang sepertimu.” Kiran menepis tangan Raka lalu berbalik pergi meninggalkan Raka.
Raka hanya diam, yang bisa ia lakukan hanya menatap langkah gadis itu yang semakin menjauhinya.
ooOoo
“siapa juga yang mau jadi temannya? Dia menyeramkan dan kasar. Walaupun kadang saya kagum karena kehebatannya berkelahi.”
“kau juga sebaiknya seperti kami, jauhi saja dia. Jika mendekat, kau bisa mati karena dihajarnya. Hahaha..”
Raka hanya tersenyum mendengar beberapa pendapat teman sekelasnya saat Kiran belum kembali.
“ah, dia datang.” beberapa teman sekelasnya itu segera mengubah posisi duduk mereka dan melakukan kesibukan lain. Mungkin takut. Haha.
Raka segera berdiri dan mendekati gadis tomboy itu. Kiran masih saja bersikap acuh. Sedangkan Raka terus mendekatinya.
“hei, te-teman..” Raka tersenyum sedikit kaku kepada Kiran. Teman? Rupanya Raka berani juga.
Kiran hanya melihatnya sebentar lalu membuang pandangannya lagi.
ooOoo
Beberapa hari dan beberapa bulan telah berlalu, hampir setengah tahun tepatnya mereka menjalani kelas XII SMA. Minggu ujian pun semakin dekat. Kiran masih saja mengacuhkan teman-teman sekelasnya terutama Raka, teman sebangkunya. Walaupun hampir tiap hari Raka memberikan sikap perhatiannya sebagai seorang teman yang tidak diakui.
“kalian buat pahatan kepala kelinci dalam dua hari. Kalian boleh bawa pulang alat dan bahannya. Ingat, teman sebangku kalian sekarang adalah tim kerja kalian. Tugas ini akan menjadi tiket masuk ujian minggu depan. Sampai bertemu besok lusa.” Senyuman mengerikan dari sang guru mengakhiri kelas seni. Dan kagetnya, hampir semua siswa tampak bersemangat dengan tugas memahat ini.
Dengan sedikit ragu, Raka coba memulai diskusi dengan teman sebangkunya yang kini menjadi tim kerjanya, Kiran.
“ki-kita sudah harus memulainya sepulang sekolah se-sebentar sore. A-aku tunggu kau di depan gerbang, ng, ki-kita kerjakan di rumahku ya.” Ucap Raka sedikit takut tapi dipaksa tegas. Haha.
“tidak mau. Kau kerjakan sendiri atau aku yang kerjakan sendiri. Atau setengah kepala kukerjakan di rumahku dan setengahnya lagi kau kerjakan di rumahmu. Bagaimana?” usul Kiran.
“EH?” Raka tampak sangat terkejut mendengar usulan Kiran. “ti-tidak bisa begitu..” tambahnya lagi.
“kalau begitu, aku akan menyuruh sopirku untuk menemanimu membeli hasil pahatan tanah liat berbentuk kepala kelinci itu.”
“hahaha.. kau, kau mau berbuat cu-curang ya?” tawa Raka meledak seketika.
“kau menertawaiku?” Kiran memulai tatapan membunuhnya.
Raka masih saja tertawa sedangkan Kiran masih terus menatap kesal ke arahnya.
“diam..” ketus Kiran.
“he-hei, kenapa melihatku seperti itu?” Raka masih sedikit tertawa. Tiba-tiba Raka mendekatkan telapak tangannya ke wajah Kiran, lalu mengusapnya pelan di sana. Membuat mata Kiran refleks tertutup.
“a-apa yang kau lakukan?!” Kiran sepertinya tidak menyukai sikap Raka barusan. Dia kembali menatap Raka, semakin tajam.
“jangan melihatku seperti itu, menakutkan. Haha..” Raka masih setengah tertawa. Lalu diusapkan lagi tangannya ke rambut pendek Kiran. Ia benar-benar berani. Gagap dan kikuknya tiba-tiba hilang, mungkin karena sudah bisa membiasakan diri.
“apa lagi yang kau lakukan?” mata Kiran membelalak. Langsung saja Kiran menarik kerah Raka dengan kuat.
Raka tersenyum.
“berani sekali menyentuhku, SIAPA KAU?!” Kiran membentak Raka dengan keras. Amarahnya semakin menjadi-jadi.
“a-aku Raka, temanmu.” Raka memegang tangan Kiran yang tengah menggenggam kerah seragamnya. “lepas..” ia menjauhkan tangan Kiran dan meluruskan kembali kerahnya yang kini menjadi sangat kusut.
“a-aku akan menunggumu sebentar sore di depan gerbang setelah aku mengambil alat dan bahannya di ruang kesenian.” Raka segera berdiri dan meninggalkan Kiran yang masih saja berapi-api.
ooOoo
“ma-maaf, Pak.. Kiran akan pulang bersamaku, kami harus mengerjakan tugas sekolah di rumahku, jadi Bapak pulang duluan saja. Dia juga sudah setuju, Pak.”
Singkat cerita, akhirnya Raka berhasil menyuruh sopir Kiran untuk pulang sore itu. Dan kini, Raka dengan tenang menunggu gadis tomboy tersebut.
“jadi, di mana rumahmu? Kita ke sana naik mobilku.” celetuk Kiran tiba-tiba, mengejutkan Raka saja.
“ah, ka-kau datang juga. Ayo ikut aku, kita naik motorku saja, aku sudah menyuruh sopirmu pulang. Bawa ini.” Raka menyodorkan setumpuk peralatan memahat yang sudah disimpannya di sebuah dos kecil.
“sial! Seenaknya saja.” Kiran menggumam sendiri dan dengan pasrah menerima dos kecil itu.
ooOoo
ckiiiittt...
“sudah sampai. Ini, ini rumahku.” Belum sempurna Raka menyandarkan motornya, Kiran segera saja turun dari motor tersebut dan mempercepat langkahnya memasuki rumah Raka. Raka sudah biasa dengan sikap ini, ia hanya tersenyum.
“berikan padaku, tanganmu tidak pegal mengangkatnya terus?” ucap Raka sambil melirik dos kecil itu.
“tanganku seribu kali kuat dari tanganmu.” Kiran menabrak tubuh Raka dan berjalan melewatinya. Benar-benar gadis berani.
Beberapa lama akhirnya mereka sudah berada di ruang belajar pria culun ini. Ruang ini dipenuhi buku tebal yang memuakkan. Ini adalah ruang yang paling sering Raka tempati setelah kamarnya.
“hmm, kau persiapkan bahannya, aku mau ganti baju dulu.” Raka menaruh dos kecil yang dibawanya itu ke lantai lalu meninggalkan Kiran di ruangan tersebut.
‘ini terakhir kalinya ia memerintahku.’ Gumam Kiran dalam hati. Ia semakin kesal karena pria culun itu.
ooOoo
Kiran dan Raka tampak serius mengerjakan tugas mereka. Wajah keduanya juga sudah tampak kusam dan kelelahan, beberapa butir keringat bercucuran di pelipis mereka. Waktu menunjukkan pukul 7 malam dan pahatan itu baru selesai mulut, pipi dan setengah hidung kelinci.
“huft, sudah malam dan baru begini yang selesai? Payah ya.” Raka tampak putus asa dan mulai berceloteh sembarangan. Kiran hanya diam mendengarkannya, dia masih serius memahat hidung kelinci itu, pikirannya dipenuhi oleh gambaran hidung asli kelinci.
“hei kau berkeringat, serius sekali ya..” tambah Raka lagi. Kiran masih saja diam.
Bola mata Raka mengelilingi ruang belajarnya, ia tampak mencari sesuatu. Sampai pada lembaran tissue di sekitar meja, ia pun berdiri dan mendekat ke meja. Ia menarik beberapa lembar tissue lalu mendekati Kiran. Langsung saja ia usapkan tissue itu di dahi Kiran. Raka sambil tersenyum melakukannya. “kau sampai berkeringat..” ucapnya tenang.
Kiran terkejut dan tiba-tiba bayangan hidung kelinci itu menghilang dari pikirannya. Matanya membelalak kesal, ia menoleh pada Raka dan melototi pria culun nan lancang itu.
“ah, maaf..” Raka menyadari bahwa tindakannya ini mungkin tidak disukai sang gadis tomboy, dia segera meminta maaf dan menjauhkan tissue itu.
“aku bisa lakukan sendiri.” Kiran melepas tangannya dari alat pahatan dan mengambil dengan kasar tissue yang digenggam Raka. Raka hanya diam, rasa bersalah sedikit merasukinya.
“gantian!” ketus Kiran.
“tapi aku sudah membuat mulut dan giginya. Itu lebih sulit dari hidung!” tolak Raka.
“sombong sekali. Ini karena kau juga yang mengacaukan pikiranku. Gantian!” ketus Kiran. Kiran mendorong tubuh Raka ke arah pahatan mereka yang bahkan belum setengah jadi itu.
Raka hanya menatapnya pasrah dan mulai memahat.
Kiran tersenyum. Lho?
“aku keluar dulu, kau lakukan dengan baik!” perintah Kiran.
Raka mengacuhkannya dan terus saja memahat.
Beberapa lama akhirnya Kiran kembali, ia mendekati Raka dan duduk di sampingnya. Tanpa sengaja ia melihat keringat Raka yang tampak bercucuran. Raut wajah Kiran berubah jinak, mungkin kasihan. Entahlah.
“hei, tolong lepas kacamataku, penglihatanku semakin buram.” Ucap Raka setengah memohon. Kiran terkejut dan segera melepas kacamata itu dari tempatnya.
Raka menoleh ke samping tepatnya menoleh ke arah Kiran dan tersenyum, “terimakasih.” Raka kembali memahat dan sesekali menggunakan lengannya untuk menghapus keringatnya.
Kiran yang melihat itu tanpa sadar berdiri mengambil tissue dan segera menghapus butiran keringat tersebut yang semakin menyebar di beberapa daerah sekitar wajah Raka. Dahinya, pelipisnya, lehernya juga hidung Raka, ia melakukannya dengan cepat.
Kegiatan gadis tomboy itu membuat Raka terkejut dan sejenak berhenti memahat, bola matanya mengikuti arah tangan Kiran yang sedang menghapus keringatnya. Sesekali ia melirik wajah Kiran. Sedang yang dilirik tampak serius dengan apa yang ia lakukan saat ini.
‘a-apa yang dia lakukan.. sepertinya ia ti-tidak sadar.’ Gumam Raka dalam hati. Tampaknya bingung dengan tingkah Kiran.
“ka-kau sedang apa?” Raka memiringkan kepalanya, menatap Kiran tepat di kedua bola mata gadis tomboy itu.
Mata Kiran yang tiba-tiba membelalak sepertinya menandakan bahwa ia telah sadar telah melakukan sesuatu yang aneh.
Kiran lalu mengalihkan pandangannya dan segera membuang tissue yang digenggamnya. Merah, wajahnya memerah. Ia juga mengubah posisi duduknya dan mengambil beberapa jarak dari Raka.
Raka hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah Kiran.
‘dasar.. haha..’ gumamnya lagi dalam hati. Raka kembali memahat.
Setelah beberapa lama, tak satupun dari mereka memulai pembicaraan, mungkin masih dipenuhi suasana tegang atau apa? Hahaha.. gadis tomboy ini melakukan hal lain sedangkan pria culun itu tampak serius memahat, sepertinya sudah mulai memahat mata kelinci tanpa memberitahu Kiran.
“aku mau pulang..” Kiran angkat bicara.
“lihat dulu pahatanku.” dalih Raka tanpa melihat wajah Kiran.
Kiran mendekat dan duduk di samping Raka, kini posisinya sangat dekat namun lebih menyerong ke arah pahatan. Ia memperhatikan dengan serius pahatan tersebut hingga beberapa menit. Sampai pada hidung kelinci.. matanya tiba-tiba membelalak.
“HEI! HIDUNG KELINCI APA YANG KAU BUAT ITU?!” teriak Kiran tepat di telinga Raka yang sedang serius memahat dan mulai membuat bentuk mata kelinci. Raka tampak terkejut hebat dan refleks menghindar dan menoleh ke arah Kiran.
DAGDIGDUG
Bunyi jantung kedua insan itu semakin kuat dan berhasil menggetarkan keduanya. Entah bagaimana posisinya, mata Kiran semakin membelalak saat bibir Raka tepat menyentuh pipinya. Kedua bola mata Raka juga ikut membelalak, ia takut sekaligus merasa ada yang aneh di dalam dadanya.
Raka segera berbalik dan keluar dari ruangan itu. Meninggalkan sang gadis dengan pikirannya dan degupan jantungnya yang meledak-ledak. Dasar pria culun.
ooOoo
Setelah beberapa menit, Raka masuk kembali ke ruang belajarnya yang di mana gadis tomboy itu masih menunggu di sana. Setelah masuk, Raka mendapati gadis tersebut sedang membereskan peralatan memahat.
“su-sudah mau pulang ya? Aku lihat sopirmu baru saja datang.” Tanya Raka sedikit kikuk dan malu-malu.
“hmm.. ya, kita lanjutkan besok.” Jawab Kiran berusaha bersikap datar. Terlihat sekali, ia masih malu.
“baiklah.”
Kiran meraih tasnya dan berjalan mendekati pintu yang berada tepat di belakang Raka.
“Tunggu! Ma-masalah yang tadi itu, aku benar-benar minta maaf.” Raka refleks menarik lengan gadis tomboy itu, bermaksud menahannya pergi.
“eh? O-oh ya, lu-lupakan...” Kiran menepis tangan Raka. Nada suara Kiran tiba-tiba saja sedikit berbeda, tampaknya serentetan kejadian tadi yang menjadi penyebabnya. Ia juga sulit menyelesaikan kalimatnya.
“ya, tentu. Aku akan melupakannya. Kita ini teman baik, kan?” celoteh Raka dibumbuhi sedikit candaan.
Kiran segera keluar dari ruangan itu tanpa membalas ucapan Raka barusan.
‘dia selalu melakukan hal aneh padaku. Sial!’ Gumam Kiran dalam hati.
ooOoo
Keesokan harinya, sikap Kiran berubah beberapa derajat. Ia tampak mulai menerima perhatian baik Raka sebagai temannya, seperti saat Raka mengajaknya diskusi tentang pelajaran dan saat Raka mengajaknya ke kantin bersama. Walau masih sering ia menatap tajam dan kesal jika Raka tersenyum padanya atau melakukan hal aneh yang membuatnya merasa aneh juga.
“aku akan menunggumu di parkiran, kita ke rumahku lagi, aku janji, besok kita akan mengumpulkan pahatan kepala kelinci itu dengan sempurna!” ucap Raka sesaat setelah bel pulang sekolah berdering.
“hm.” Jawab Kiran singkat. Setelah Raka meninggalkan kelas, tampak bayangan senyuman yang sangat tipis bahkan hampir tampak tidak terlihat itu adalah senyuman yang menghiasi wajah jutek dari seorang gadis tomboy.
ooOoo
Singkat cerita, akhirnya pahatan mereka selesai sudah, waktu menunjukkan pukul 9 malam. Tidak ada kejadian aneh yang seperti kemarin terjadi. Hahaha.
“wuah, makan malamlah dulu sebelum pulang, aku ambilkan ya.” Tanpa mendengar jawaban Kiran, Raka langsung saja keluar. Kiran menatap punggung Raka dengan kesal.
Cukup bosan, Kiran pun mulai membereskan ruangan itu. Walaupun tomboy, dia juga punya sifat yang suka kebersihan. Setelah membereskan ruangan itu, tanpa sadar keringatnya bercucuran lagi, dan itu mengingatkannya atas kejadian memalukan yang terjadi karena perbuatannya kemarin.
Tampak gadis tomboy itu segera menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menetralkan pikirannya. Ia ingin melupakan kejadian bodoh itu.
Kiran lalu melangkahkan kakinya mendekati meja belajar yang di sana terdapat beberapa lembar tissue. Saat hendak meraih tissue itu, matanya tiba-tiba menangkap sebuah novel yang tidak terlalu tebal yang ada di meja belajar tersebut. Bukan novel yang membuatnya tertarik, tapi ujung sebuah kertas yang sepertinya menjadi batas bacaan novel. Kertas itu terlihat seperti foto.
Kiran menarik foto itu tanpa berpikir panjang dahulu, tanpa memikirkan privasi sang pemilik novel.
“anniversary yang ke-50 hari?” Kiran membaca tulisan yang ada dibalik foto, ia belum melihat gambar foto yang masih digenggamnya.
Rasa penasaran menggelitiknya, ia pun dengan mudah membalik foto itu.
“i-ini...”
Kedua bola mata gadis tomboy ini membulat tak percaya. Ia melihat gambar yang entah mengapa seketika membuatnya sesak. Pikirannya kacau dan bingung.
Gambar itu adalah foto pria culun bernama Raka yang sedang tersenyum, ia memakai seragam sekolah mereka. Foto yang seperti itu tidak cukup menjadi alasan seorang gadis menjadi sesak tiba-tiba.
Tapi, bukan hanya gambar foto Raka yang ada di sana, tepat di sampingnya, seseorang sedang bersandar di bahunya, seorang wanita berambut panjang dan berkulit putih, namun dengan seragam yang berbeda. Ia juga sedang tersenyum sambil memegang sepotong kue tart yang lilinnya pun masih menyala.
Foto yang seperti ini tentu saja bisa menjadi alasan kuat bagi seorang wanita merasa sesak tiba-tiba, apalagi wanita itu berpikir bahwa dirinyalah satu-satunya wanita yang dekat dengan pria di dalam foto itu.
“wah kau sudah melihatnya?” suara pria yang berada di dalam foto itu tiba-tiba mengejutkan gadis tomboy ini.
Kiran berusaha bersikap datar walaupun sekali lagi sangat jelas pikiran dan perasaannya mungkin sedang kacau.
“aku hanya penasaran.” respon Kiran ketus. Lalu ia menghempaskan foto yang digenggamnya itu ke meja belajar Raka.
“he-hei..” Raka segera berlari menghampiri foto itu, seolah tak ingin terjadi apa-apa dengan foto yang ‘menyakitkan’ itu.
Kiran semakin kesal melihat tingkah berlebihan Raka, ia pun mengacuhkan pria culun itu.
“hei, makanlah dulu.” Raka menahan lengan Kiran lagi.
“aku mau cuci tangan!” Kiran menjawab dengan nada kesal, seperti biasa.
Beberapa menit kemudian, Kiran pun masuk ke ruang belajar itu lagi, ia mendapati Raka yang sudah mulai menyantap makan malamnya. Kemudian Kiran segera duduk dan mulai makan.
“foto yang tadi membuktikan bahwa aku tidak kikuk seperti katamu hari itu.” Raka mengawali pembicaraan.
“oh ya? Kapan aku bilang begitu?” respon Kiran acuh sembari mengunyah lauknya.
“hari kedua aku pindah di sekolah ini, kau bilang, siapapun tidak akan tertarik denganku yang kikuk ini.”
“oh..” balas Kiran singkat. Ia tampaknya mengingat jelas kejadian hari itu.
“aku sudah selesai makan. Hm, sopirmu belum datang ya?” tanya Raka sambil membersihkan tangannya. “sudah hampir larut malam, aku juga sudah mengantuk, mau kembali ke kamarku.” Tambahnya setengah menguap.
“aku belum minta dijemput, bukannya kau menyuruhku untuk makan malam dulu? Bodoh..” jawab Kiran ketus, ia masih belum selesai makan.
“haha.. tapi kan seharusnya kau hubungi sopirmu, lama perjalanan sampai ke sini bisa menjadi lamanya kau makan. Jadi, kalau sudah selesai, sopirmu juga sudah tiba.” Jelas Raka sedikit terkekeh.
“cerewet..”
“mana ponselmu, biar aku yang menghubunginya, makananmu masih banyak.” Raka melihat sekeliling, mencari tas Kiran. “mana tasmu?”
“di sampingku, bodoh.” Kiran hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “bagaimana bisa wanita di foto itu menyukai orang bodoh sepertimu.” Sindirnya.
Kalimat barusan berhasil membuat pria culun itu menoleh ke arah Kiran, tatapan Raka berbeda dari biasanya. Kiran terkejut namun berusaha bersikap biasa.
“kenapa? Kau marah?“ tanya Kiran santai sambil mengunyah makanannya.
“aku harap ini terakhir kalinya kau mengatakan itu.” Raka berdalih dengan tatapannya yang cukup tajam, sepertinya ia marah. “kalau tidak..” tambahnya setengah ragu.
“haha, kau ingin mengancamku apa? Berkelahi? Aku akan terus mengatakan hal itu. Memangnya kenapa? Kau marahpun aku tidak peduli.” Kalimat menyebalkan selalu saja keluar dari mulut gadis itu. Ia tidak sadar bahwa perkataan ini benar-benar memancing emosi seseorang.
“sudahlah. Kau wanita, dan kau temanku.” Jawab Raka mengakhiri. Pria culun ini berdiri dan mendekati Kiran, ia duduk tepat di samping Kiran yang masih makan. Tangannya meraih tas berwarna coklat milik Kiran dan mulai merogoh isinya.
“nama sopirmu, siapa?”
“apa itu penting? Cari saja, ‘sopir’ di kontakku.”
Raka hanya diam dan melakukan sesuai perintah gadis itu.
“Halo, maaf mengganggu, Pak. Saya Raka, teman Kiran.... iya, dia sudah minta dijemput, terimakasih, Pak.” Raka pun menutup teleponnya.
“kita tunggu di luar saja.” Usul Raka beberapa saat setelah melihat gadis tomboy itu selesai makan.
ooOoo
“hooaammmhh..” untuk yang kesekian kalinya Raka menguap. Gadis yang duduk di sebelahnya hanya menatapnya kesal.
“masuk dan tidurlah, aku benci melihatmu menguap sembarangan.” ungkap Kiran ketus.
“hahaha, kau tidak pernah sekalipun mengatakan hal baik padaku.” Raka terkekeh sembari mengulurkan lengannya, mengacak rambut Kiran dengan lembut.
Kiran tak bergeming, hanya mematung.
“aku ini kan temanmu, bersikaplah ramah sedikit.” Raka menarik lengannya.
“aku tidak pernah menganggapmu teman.” ketus gadis tomboy itu acuh, seketika membuat Raka terdiam.
“hahaha.. lagi-lagi itu.”
“apa yang lucu?” tanya Kiran sambil menyipitkan matanya.
“aku menertawakan diriku yang sepertinya tampak begitu menyedihkan, selalu menawarkan diri jadi temanmu.” Raka menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. ”benar, kan?” tambahnya.
“begitulah.” Respon Kiran singkat.
“apa kau begitu membenciku? Kenapa? Karena waktu itu aku mengambil gambarmu?” duga Raka.
“kenapa tiba-tiba membahas hal konyol seperti ini?” raut wajah Kiran berubah malas.
“aku sudah menghapusnya, percayalah. Aku minta maaf.” Raut wajah Raka berubah serius. “padahal fotomu hari itu adalah foto wanita pertama yang kusimpan di ponselku. Foto dengan pose keren. Hehe..” tambah Raka, kali ini sedikit terkekeh, kantuknya sudah hilang.
Kiran hanya menatapnya sinis.
“hmm, kenapa kau ingin berteman denganku? Bukankah aku sudah bersikap kasar? Aku juga pernah menghajarmu.” tanya Kiran sambil menatap tepat kedua bola mata Raka.
“aku menyukaimu.” Jawab Raka singkat. Seulas senyum terlukis di wajahnya.
Kiran terkejut mendengarnya.
Seperti ada yang berdegup kencang dalam dirinya. Sangat kencang hingga sulit mengontrolnya.
“kau.. berhentilah. Jangan mengatakan hal konyol!” ketus Kiran.
“konyol?” alis Raka bertautan.
“kau juga jangan melakukan hal konyol lagi.”
“a-apa ini konyol untukmu?” Raka tampak tidak mengerti.
“berhenti mendekatiku, berhenti menegurku, berhenti tersenyum padaku, berhenti bersikap baik padaku.”
“kenapa? Karena aku bukan temanmu? Itu lagi?” Raka membuang pandangannya dari Kiran.
“benar. Dan lagi, semua yang kau lakukan membuatku merasa aneh.” Ungkap Kiran dengan sorot tatapannya yang terlihat kosong di hadapannya.
“aneh? Apa yang kau katakan?” Raka melihat ke arah gadis tomboy ini lagi.
“kau menyukaiku? Semudah itukah kau mengatakan hal seperti itu? Bukankah kau sudah punya pacar?” Kini mereka bertemu pandang. Saling mengartikan makna sorot mata yang terpancarkan.
“....” Raka hanya diam.
“haha, kau seharusnya tahu, walau sehari-harinya aku seperti laki-laki yang kasar, tapi kata-kata sensitif seperti pernyataan suka atau cinta bisa membuatku kacau sehari atau beberapa hari. Itu kebiasaan hampir semua perempuan.” Jelas Kiran sedikit terkekeh, pandangannya ia buang dari pria culun di sebelahnya.
“....” respon si culun masih diam.
“selain kata-kata sensitif seperti itu, perbuatan atau sikap perhatian yang aneh juga bisa membuat seorang perempuan memikirkannya hingga dia kacau dan tidak bisa tidur.” Kiran membawa bola matanya ke arah lawan bicaranya. “Dan semua yang kau lakukan itu aneh bagiku. Jadi, kau bisa menyimpulkannya sendiri. Ini pertama kalinya bagiku, jadi aku sulit mengontrolnya.” Tambah Kiran, ia berusaha memperjelas perasaannya.
“e-eh?” Raka masih tak bergeming, ia mencerna kata per kata yang ia dengar. Apakah gadis tomboy ini sedang... menyatakan perasaannya?
“Kau pernah memelukku, tersenyum sangat tulus padaku, mengusap kepalaku, memegang lenganku, menghapus keringatku, bahkan mencium pipiku, semua itu kau lakukan dengan berani padahal aku sendiri bahkan tidak pernah menganggapmu teman.” Ungkap Kiran jujur.
“a-aku tidak bermaksud..” raut wajah Raka berubah, entah memancarkan ekspresi apa. Bola matanya mengalihkan pandangannya dari bola mata Kiran.
“sekarang kau tahu apa yang kurasakan, jadi berhentilah menggangguku.” Kiran menatap Raka, “berhenti menganggapku sebagai temanmu. Mulai besok kita akan berbicara seperlunya saja.” Tambahnya berusaha tenang.
“ba-baiklah. Sekali lagi aku minta maaf.” Raka tampak cemas.
‘sial, aku jadi lembek begini. Kau pasti menertawakanku dalam hati, kan? Haha.’ gumam Kiran dalam hati dan tampak ia tersenyum seperti orang bodoh.
“ma-maaf, aku tidak tahu sampai sejauh ini.” Raka menambah kalimatnya melihat Kiran yang hanya tersenyum. Raut wajah Raka merasa bersalah. Tampak sangat menyesal.
“hm.” Kiran mengangguk lalu tersenyum sekali lagi.
Sejak malam itu, sikap Raka berubah sepenuhnya kepada gadis tomboy bernama Kiran ini. Sedangkan Kiran juga tetap berusaha untuk bersikap seperti biasanya kepada orang-orang disekelilingnya tanpa terkecuali.
Senyuman, sapaan, usapan lembut yang dulu hampir selalu dilakukan Raka pada Kiran sepenuhnya menghilang sampai mereka tamat sekolah.
Mereka menyakiti perasaan mereka sendiri. Gadis tomboy ini benar-benar kuat.
ooOoo
ooOoo
Tomboy vs Culun
Bruuuuk..
“yosh! Berhasil!”
“Sekali lagi, piala kompetisi adu kekuatan dibawa pulang oleh kontestan termuda kita, Kirana Pramuningrat.”
“Wuah.. Kiran! Kiran! Kiran! Kau hebaaaat >
Si empunya nama tersenyum lebar dan dengan penuh bangga memeluk piala yang baru saja menjadi miliknya. Kirana Pramuningrat, seorang gadis tomboy dari keluarga kaya raya yang sangat suka berkelahi. Dia menjuarai beberapa kompetisi adu kekuatan nasional. Kini usianya beranjak 17 tahun. Dia cukup pintar di sekolahnya. Hanya saja, dia tidak suka berteman. Baginya, teman itu pengganggu besar yang suka ikut campur.
ooOoo
Hari itu, Kiran tampak bersemangat menyambut hari pertama sekolah di semester awal kelas XII SMA. Kakinya melangkah cepat menuju kelas barunya. Sesampainya di kelas, dengan cepat bola matanya berkeliling mencari tempat duduk yang tepat untuknya selama setahun terakhir di sekolah ini. Hanya tersisa satu satu kursi kosong, paling depan dan paling dekat dengan meja guru. Tempat itu adalah tempat yang paling menakutkan sehingga satupun tak ada yang berani mengambil resiko. Di samping tempat duduk tersebut tergeletak tas biasa yang entah siapa tidak diketahui pemiliknya.
Kiran menghela nafas panjang dan dengan berat hati mendaratkan tubuhnya pada singgasana barunya itu.
Tak lama setelah Kiran beradaptasi dengan kursinya, seseorang berkacamata, cukup tampan dan bertubuh tinggi memasuki kelas dan mendekati tas biasa yang tergeletak di samping Kiran. Tanpa ragu, ia duduk tepat di sebelah gadis tomboy ini.
“sa-salam kenal.” Gadis tomboy ini dikejutkan oleh suara bergetar dari pria yang duduk di sampingnya. Kiran menoleh ke pria itu dan mendapati pemandangan aneh. Pria itu tersenyum dengan tampang yang menyeramkan bagi Kiran.
“iya.” Dengan segera Kiran membuang pandangannya dan beralih merogoh isi tasnya.
“na-namaku....” agak kikuk, pria itu memperkenalkan dirinya.
“tidak perlu, tidak penting.” Kiran segera memotong pembicaraan pria yang menjadi teman sebangkunya ini.
“e-eh?” pria itu sepertinya terkejut dengan perkataan yang baru saja didengarnya. Gadis bernama Kiran itu tetap acuh dan terus saja membaca buku yang baru saja diambilnya dari dalam tas.
ooOoo
“Anak-anak, ingat, kalian harus mengurangi waktu untuk bersantai ria, kalian sudah memasuki tingkat kelas XII SMA, yang di mana sebentar lagi akan meninggalkan sekolah ini. Ibu harap kalian dapat meninggalkan sekolah ini dengan nilai yang memuaskan!”
“AAMIIN” jawab serempak penghuni kelas tersebut termasuk gadis tomboy ini.
“baiklah, kalian boleh pulang, hari pertama sekolah sudah berakhir.” Sang guru tersenyum lalu meninggalkan kelas.
Semua penghuni kelas berhamburan menuju pintu keluar, berlomba untuk segera keluar dari ruang sesak yang telah menemani mereka setengah hari ini.
Pria berkacamata tersebut juga ikut berdesakan untuk mencari pintu keluar. Tanpa ia sengaja, ia menabrak keras seorang teman kelas yang tampak menyeramkan dan bertubuh gemuk yang bisa dibilang abnormal.
“ma-maaf” pria kikuk ini segera menghampiri teman berbadan gemuk tersebut, berusaha membangkitkan tubuh besar yang tanpa sengaja berhasil ia robohkan.
“ckck. Anak culun berani cari masalah denganku, HAH?!” pria gemuk itu segera menepis tangan si culun.
Teriakan si gemuk berhasil menarik perhatian penghuni kelas, aktivitas desak-desakan tersebut berhenti seketika. Si culun tampak bingung dan terus saja menunduk. Mungkin ketakutan.
Hening
“hei bodoh! Dia punya nama!” suara yang tak asing tiba-tiba memecah keheningan yang terjadi. Suara yang khas milik Kirana Pramuningrat.
Gadis tomboy ini berjalan mendekati si pria gemuk yang baru saja disebutnya bodoh. Semua pasang mata melebar melihat aksi Kiran. Atmosfir berubah menjadi tegang.
“A-APA?!!” amarah si gemuk tak terkendali lagi, bagai binatang buas, ia berlari mendekati pria culun yang menjadi penyebab ketegangan dan kehebohan luar biasa di hari pertama sekolah mereka. Si gemuk menarik kerah seragam si culun lalu menghempaskan pria culun itu ke lantai.
“wah!” samar terdengar suara teman yang menjadi penonton itu terkejut atas tingkah si gemuk melawan si culun. Puluhan pasang mata kembali melebar, menyaksikan dengan tegang tontonan di hadapan mereka. Aksi apa lagi yang akan terjadi?
Melihat kekasaran si gemuk, Karin segera mempercepat langkahnya dan menarik baju pria gemuk itu dengan kasar. Ia bermaksud membawanya menjauh dari si culun yang masih belum berpindah dari posisinya.
“ka-kau kenapa Kiran? Si culun itu yang lebih dulu cari masalah denganku!” si gemuk membela diri. Terlihat jelas, ia tampak takut setengah mati setelah diseret kasar oleh Kiran.
“be-benar kan teman-teman?” si gemuk mengoceh kembali, berusaha mencari saksi.
Kiran mendekati si gemuk dan memegang kuat kerah seragam pria di hadapannya tersebut. Sepasang mata coklatnya melototi pria gemuk tersebut.
“sudah kubilang, dia punya nama! Dan lagi, kau tak perlu sekasar itu di hari pertama kita sekolah. Kau mengacaukan hari ini!” kerah baju si gemuk semakin kusut karena genggaman Kiran yang semakin kuat. Tanpa disadari, tubuh si gemuk terangkat sedikit. Tidak masuk akal memang, tapi inilah yang terjadi jika seorang gadis tomboy yang suka berkelahi mengeluarkan tanduknya.
KLIK
Kiran terkejut, ada seorang penghuni kelas yang rupanya sedang mengambil kesempatan untuk mengabadikan peristiwa ini. Ada yang mengambil gambarnya. Kiran melirik tajam mencari pelakunya. Tubuh si gemuk dengan kasar dihempaskan ke lantai.
“siapa yang berani mengambil gambarku?!” teriak Kiran.
Text Kutipan
Serempak penghuni kelas menunjuk pria berkacamata yang masih dalam keadaan terhempas di lantai. Bola mata Kiran membulat tak percaya.
“KA-KAU?!” Kiran meraih kerah seragam si culun lalu melototi wajah si culun yang baru saja dibelanya.
“ka-kau keren.. ja-jadi, kupikir bagus ji-jika di-diabadikan..” si culun berusaha membela diri sembari membetulkan kacamatanya yang sedikit tergoncang dari posisinya.
Semua pasang mata menatap tak percaya pada pria culun ini. Si gemuk segera berdiri dan mendekati Kiran.
“sudah kubilang, si culun ini suka cari masalah! Hajar saja, Kiran!”
“hajar! Hajar!” sejenak saja kelas itu berubah jadi panggung pertandingan. Suara bergemuruh oleh sorakan penghuni kelas yang telah berubah jadi penonton itu menambah ketegangan antara si culun dan Kiran.
Kiran menatap tajam si culun. Dan tanpa ragu, tangan Kiran melayang ke arah pipi si culun. Pukulannya tepat sasaran, si culun tersungkur jauh. Serempak sorakan itu menjadi lebih kuat dan bersemangat.
Kiran tak berhenti begitu saja, ia mendekati pria itu dan meraba dengan kasar kantong celana si culun. Ia berusaha mencari gambarnya untuk segera ia musnahkan. Kiran tersenyum setelah berhasil menggenggam sebuah ponsel yang sudah diduga milik si culun itu dan sudah pasti di dalamnya tersimpan gambar Kiran.
“ja-jangan.” si culun rupanya tak mau diam saja, dengan sekuat tenaganya, ia berdiri lalu melotot dengan sedikit kaku pada si gadis tomboy.
“lihat apa kau... Raka?” seru Kiran setelah melihat papan nama pria culun yang sedang melototinya.
“po-ponselku, kem-balikan.” Pria culun bernama Raka ini berusaha mempercepat langkahnya untuk mengambil ponsel yang sedang digenggam Kiran.
Rupanya Kiran menikmati permainan ini, ia mengarahkan ponsel itu ke segala arah untuk menghindari Raka yang berusaha mengambilnya. Kiran hanya tertawa disusul suara tawa pria gemuk dan penonton lainnya.
“culun! Culun! Culun!” sorakan ini menggema di setiap sudut kelas. Membuat Raka semakin geram. Raka diam sejenak, tampaknya berpikir keras.
Tiba-tiba, tangan pria culun bernama Raka itu menarik bahu gadis tomboy tersebut untuk masuk dalam dekapannya. Ia memeluk erat si gadis tomboy membuat semua mata membelalak seraya ingin keluar dari sarangnya.
Karin segera menolak diri dan memukul punggung Raka dengan kuat. Bukannya melonggarkan pelukan tersebut, Raka malah semakin mempereratnya seolah ingin membuat gadis tersebut mati dalam pelukannya.
“be-rikan po-ponselku dulu!” Raka berbicara terbata-bata dalam pelukan sepihaknya.
“le-lepaskan bodoh!! Kau minta dihajar lagi yaa?!!” Kiran berusaha mengancam sekuat tenaganya.
Raka menelusuri lengan Kiran hingga sampai pada jemari Kiran yang menggenggam ponselnya. Dengan kekuatannya, ia mengambil paksa ponsel tersebut dari genggaman Kiran. Dan yak! Berhasil!
Raka melonggarkan pelukannya setelah ponsel tersebut berhasil ia amankan dalam kantung celananya.
“ma-maaf.. a-aku tidak pu-punya pilihan la-lain.” Raka menunduk, tak berani melihat mata sang gadis yang baru saja ia peluk paksa. Lalu segera berlari meninggalkan kelas tersebut. Meninggalkan penghuni kelas, si gemuk dan Kiran yang masih dalam keadaan melotot penuh amarah.
ooOoo
Keesokan harinya tiba, si Raka yang tiba-tiba menjadi populer dalam sekejap tak kunjung datang ke sekolah. Semua penghuni sekolah mencari pria bertitle culun tersebut.
Tap-tap-tap
Bagaikan suara langkah kaki sang pangeran, semua mata tertuju padanya. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga di sekolah.
Seolah tak pernah terjadi apa-apa, Raka dengan acuh mendekati tempat duduknya yang di sana tampak sang putri tomboy tengah menunggu untuk menyantap sang pangeran culun ini. Semua pasang mata belum beranjak dari gerak-gerik Raka.
Setelah beberapa lama Raka mendaratkan tubuhnya, Kiran pun mulai angkat bicara. Suasana kembali tegang.
“yang kemarin itu.. kau benar-benar cari mati ya?”
“e-ehh?” respon Raka lalu menoleh ke Kiran.
“mengambil gambar tanpa izin dan memelukku dengan kasar, kau menantangku, hah?”
“i-i-itu..”
“atau, kau... menyukaiku? Tingkahmu kemarin seperti seorang pengagum rahasia, stalker atau semacam orang psikopat bodoh seperti itu.”
Raka cukup terkejut dengan terkaan Kiran. Namun, tampaknya ia memutuskan untuk diam saja.
“jadi benar dugaanku.” Kiran menarik nafas dengan kuat. “aku tidak menyukaimu. Aku tidak suka bermain-main dengan rasa suka ataupun cinta. Jadi, kau berhenti saja mengagumiku.” Tambahnya lebih tegas.
“i-ituu..” mata Raka membulat, rasanya ia ingin sekali menjelaskan kesalahpahaman gadis tomboy ini.
“kau begitu kikuk, siapa yang tertarik?” tambah Kiran sembari geleng-geleng kepala mengamati pria culun di sampingnya ini. “ckckck..”
“ti-tidak seperti itu.. kau sa-salah paham.” elak Raka sedikit takut.
“lalu apa?!” Kiran melotot lagi.
“a-aku hanya, hanya ingin be-berteman. A-aku tak pernah berpikir untuk me-menyukai a-ataupun me-mencintaimu. Ka-kau tenang saja.” Pria culun itu menjelaskan dengan tampang polosnya.
“pffftt.. bwahahah..” seketika suara tawa telah memenuhi isi kelas tersebut.
Sang pria culun memiringkan kepalanya. Sepertinya ia tidak mengerti. Sementara semburat merah mewarnai wajah si gadis tomboy, ia mungkin merasa malu atas prediksinya.
“TIDAK ADA YANG LUCU!” teriak Kiran dipenuhi amarah dan rasa malu luar biasa.
Tawa beberapa anak penghuni hilang seketika. Kiran menghembuskan nafasnya dengan kuat sembari memejamkan mata. Ia berusaha merilekskan pikirannya. Kemudian, bola matanya mengarah ke pria di sampingnya lagi.
“saya tidak suka berteman dengan siapapun, apalagi kau! Bodoh!” Kiran berdiri dari tempat duduknya. Memukul keras meja di hadapannya yang berhasil membuat semua penghuni kelas terkejut.
Suasana berubah tegang, Kiran lalu menatap sinis ke setiap pasang mata orang-orang yang memperhatikannya. Tatapan itu semakin tajam saat ia bertemu pandang dengan pria culun di sampingnya yang masih memancarkan raut wajah polos di sana.
Tatapan maut Kiran berakhir dan tampak sang gadis tomboy berjalan keluar meninggalkan kelas menyebalkan itu.
“tu-tunggu!” terdengar teriakan setengah kikuk dari si pria culun. Raka segera berdiri dan berlari mengejar gadis tomboy yang sepenuhnya telah membenci dirinya.
ooOoo
Terlihat sesimpul senyuman tipis pada wajah Raka saat ia akhirnya menemukan Kiran yang belum beberapa lama meninggalkan kelas. Raka mempercepat langkahnya.
“he-hei.. tunggu.” Raka menarik bahu Kiran membuat gadis ini menoleh sedikit kepadanya, tentunya dengan tatapan kesal setengah mati.
“apa lagi? Kau berhasil membuatku malu dua kali. Menjauhlah atau mati.” Kalimat menakutkan baru saja selesai dilontarkan gadis tomboy ini.
Tangan Raka masih memegang bahu Kiran walau tampak jelas raut wajah pria culun ini sedikit takut.
“be-bertemanlah denganku, kau.. tampaknya ke-kesepian. Benar, kan?” Raka membalikkan tubuh Kiran. Kini mereka saling berhadapan, dan tampaknya Kiran tidak menyukai ini. Respon si tomboy hanya diam.
“A-ku akan jadi teman yang baik, Kiran.” Seulas senyum dipancarkan Raka setelah mengucapkan kalimat barusan. Ini pertama kalinya ia menyebut nama Kiran, sambil tersenyum seperti itu.
“kau bahkan tidak minta maaf. Masih saja menawarkan diri jadi teman yang baik, huh? Aku tidak butuh teman. Terlebih lagi orang sepertimu.” Kiran menepis tangan Raka lalu berbalik pergi meninggalkan Raka.
Raka hanya diam, yang bisa ia lakukan hanya menatap langkah gadis itu yang semakin menjauhinya.
ooOoo
“siapa juga yang mau jadi temannya? Dia menyeramkan dan kasar. Walaupun kadang saya kagum karena kehebatannya berkelahi.”
“kau juga sebaiknya seperti kami, jauhi saja dia. Jika mendekat, kau bisa mati karena dihajarnya. Hahaha..”
Raka hanya tersenyum mendengar beberapa pendapat teman sekelasnya saat Kiran belum kembali.
“ah, dia datang.” beberapa teman sekelasnya itu segera mengubah posisi duduk mereka dan melakukan kesibukan lain. Mungkin takut. Haha.
Raka segera berdiri dan mendekati gadis tomboy itu. Kiran masih saja bersikap acuh. Sedangkan Raka terus mendekatinya.
“hei, te-teman..” Raka tersenyum sedikit kaku kepada Kiran. Teman? Rupanya Raka berani juga.
Kiran hanya melihatnya sebentar lalu membuang pandangannya lagi.
ooOoo
Beberapa hari dan beberapa bulan telah berlalu, hampir setengah tahun tepatnya mereka menjalani kelas XII SMA. Minggu ujian pun semakin dekat. Kiran masih saja mengacuhkan teman-teman sekelasnya terutama Raka, teman sebangkunya. Walaupun hampir tiap hari Raka memberikan sikap perhatiannya sebagai seorang teman yang tidak diakui.
“kalian buat pahatan kepala kelinci dalam dua hari. Kalian boleh bawa pulang alat dan bahannya. Ingat, teman sebangku kalian sekarang adalah tim kerja kalian. Tugas ini akan menjadi tiket masuk ujian minggu depan. Sampai bertemu besok lusa.” Senyuman mengerikan dari sang guru mengakhiri kelas seni. Dan kagetnya, hampir semua siswa tampak bersemangat dengan tugas memahat ini.
Dengan sedikit ragu, Raka coba memulai diskusi dengan teman sebangkunya yang kini menjadi tim kerjanya, Kiran.
“ki-kita sudah harus memulainya sepulang sekolah se-sebentar sore. A-aku tunggu kau di depan gerbang, ng, ki-kita kerjakan di rumahku ya.” Ucap Raka sedikit takut tapi dipaksa tegas. Haha.
“tidak mau. Kau kerjakan sendiri atau aku yang kerjakan sendiri. Atau setengah kepala kukerjakan di rumahku dan setengahnya lagi kau kerjakan di rumahmu. Bagaimana?” usul Kiran.
“EH?” Raka tampak sangat terkejut mendengar usulan Kiran. “ti-tidak bisa begitu..” tambahnya lagi.
“kalau begitu, aku akan menyuruh sopirku untuk menemanimu membeli hasil pahatan tanah liat berbentuk kepala kelinci itu.”
“hahaha.. kau, kau mau berbuat cu-curang ya?” tawa Raka meledak seketika.
“kau menertawaiku?” Kiran memulai tatapan membunuhnya.
Raka masih saja tertawa sedangkan Kiran masih terus menatap kesal ke arahnya.
“diam..” ketus Kiran.
“he-hei, kenapa melihatku seperti itu?” Raka masih sedikit tertawa. Tiba-tiba Raka mendekatkan telapak tangannya ke wajah Kiran, lalu mengusapnya pelan di sana. Membuat mata Kiran refleks tertutup.
“a-apa yang kau lakukan?!” Kiran sepertinya tidak menyukai sikap Raka barusan. Dia kembali menatap Raka, semakin tajam.
“jangan melihatku seperti itu, menakutkan. Haha..” Raka masih setengah tertawa. Lalu diusapkan lagi tangannya ke rambut pendek Kiran. Ia benar-benar berani. Gagap dan kikuknya tiba-tiba hilang, mungkin karena sudah bisa membiasakan diri.
“apa lagi yang kau lakukan?” mata Kiran membelalak. Langsung saja Kiran menarik kerah Raka dengan kuat.
Raka tersenyum.
“berani sekali menyentuhku, SIAPA KAU?!” Kiran membentak Raka dengan keras. Amarahnya semakin menjadi-jadi.
“a-aku Raka, temanmu.” Raka memegang tangan Kiran yang tengah menggenggam kerah seragamnya. “lepas..” ia menjauhkan tangan Kiran dan meluruskan kembali kerahnya yang kini menjadi sangat kusut.
“a-aku akan menunggumu sebentar sore di depan gerbang setelah aku mengambil alat dan bahannya di ruang kesenian.” Raka segera berdiri dan meninggalkan Kiran yang masih saja berapi-api.
ooOoo
“ma-maaf, Pak.. Kiran akan pulang bersamaku, kami harus mengerjakan tugas sekolah di rumahku, jadi Bapak pulang duluan saja. Dia juga sudah setuju, Pak.”
Singkat cerita, akhirnya Raka berhasil menyuruh sopir Kiran untuk pulang sore itu. Dan kini, Raka dengan tenang menunggu gadis tomboy tersebut.
“jadi, di mana rumahmu? Kita ke sana naik mobilku.” celetuk Kiran tiba-tiba, mengejutkan Raka saja.
“ah, ka-kau datang juga. Ayo ikut aku, kita naik motorku saja, aku sudah menyuruh sopirmu pulang. Bawa ini.” Raka menyodorkan setumpuk peralatan memahat yang sudah disimpannya di sebuah dos kecil.
“sial! Seenaknya saja.” Kiran menggumam sendiri dan dengan pasrah menerima dos kecil itu.
ooOoo
ckiiiittt...
“sudah sampai. Ini, ini rumahku.” Belum sempurna Raka menyandarkan motornya, Kiran segera saja turun dari motor tersebut dan mempercepat langkahnya memasuki rumah Raka. Raka sudah biasa dengan sikap ini, ia hanya tersenyum.
“berikan padaku, tanganmu tidak pegal mengangkatnya terus?” ucap Raka sambil melirik dos kecil itu.
“tanganku seribu kali kuat dari tanganmu.” Kiran menabrak tubuh Raka dan berjalan melewatinya. Benar-benar gadis berani.
Beberapa lama akhirnya mereka sudah berada di ruang belajar pria culun ini. Ruang ini dipenuhi buku tebal yang memuakkan. Ini adalah ruang yang paling sering Raka tempati setelah kamarnya.
“hmm, kau persiapkan bahannya, aku mau ganti baju dulu.” Raka menaruh dos kecil yang dibawanya itu ke lantai lalu meninggalkan Kiran di ruangan tersebut.
‘ini terakhir kalinya ia memerintahku.’ Gumam Kiran dalam hati. Ia semakin kesal karena pria culun itu.
ooOoo
Kiran dan Raka tampak serius mengerjakan tugas mereka. Wajah keduanya juga sudah tampak kusam dan kelelahan, beberapa butir keringat bercucuran di pelipis mereka. Waktu menunjukkan pukul 7 malam dan pahatan itu baru selesai mulut, pipi dan setengah hidung kelinci.
“huft, sudah malam dan baru begini yang selesai? Payah ya.” Raka tampak putus asa dan mulai berceloteh sembarangan. Kiran hanya diam mendengarkannya, dia masih serius memahat hidung kelinci itu, pikirannya dipenuhi oleh gambaran hidung asli kelinci.
“hei kau berkeringat, serius sekali ya..” tambah Raka lagi. Kiran masih saja diam.
Bola mata Raka mengelilingi ruang belajarnya, ia tampak mencari sesuatu. Sampai pada lembaran tissue di sekitar meja, ia pun berdiri dan mendekat ke meja. Ia menarik beberapa lembar tissue lalu mendekati Kiran. Langsung saja ia usapkan tissue itu di dahi Kiran. Raka sambil tersenyum melakukannya. “kau sampai berkeringat..” ucapnya tenang.
Kiran terkejut dan tiba-tiba bayangan hidung kelinci itu menghilang dari pikirannya. Matanya membelalak kesal, ia menoleh pada Raka dan melototi pria culun nan lancang itu.
“ah, maaf..” Raka menyadari bahwa tindakannya ini mungkin tidak disukai sang gadis tomboy, dia segera meminta maaf dan menjauhkan tissue itu.
“aku bisa lakukan sendiri.” Kiran melepas tangannya dari alat pahatan dan mengambil dengan kasar tissue yang digenggam Raka. Raka hanya diam, rasa bersalah sedikit merasukinya.
“gantian!” ketus Kiran.
“tapi aku sudah membuat mulut dan giginya. Itu lebih sulit dari hidung!” tolak Raka.
“sombong sekali. Ini karena kau juga yang mengacaukan pikiranku. Gantian!” ketus Kiran. Kiran mendorong tubuh Raka ke arah pahatan mereka yang bahkan belum setengah jadi itu.
Raka hanya menatapnya pasrah dan mulai memahat.
Kiran tersenyum. Lho?
“aku keluar dulu, kau lakukan dengan baik!” perintah Kiran.
Raka mengacuhkannya dan terus saja memahat.
Beberapa lama akhirnya Kiran kembali, ia mendekati Raka dan duduk di sampingnya. Tanpa sengaja ia melihat keringat Raka yang tampak bercucuran. Raut wajah Kiran berubah jinak, mungkin kasihan. Entahlah.
“hei, tolong lepas kacamataku, penglihatanku semakin buram.” Ucap Raka setengah memohon. Kiran terkejut dan segera melepas kacamata itu dari tempatnya.
Raka menoleh ke samping tepatnya menoleh ke arah Kiran dan tersenyum, “terimakasih.” Raka kembali memahat dan sesekali menggunakan lengannya untuk menghapus keringatnya.
Kiran yang melihat itu tanpa sadar berdiri mengambil tissue dan segera menghapus butiran keringat tersebut yang semakin menyebar di beberapa daerah sekitar wajah Raka. Dahinya, pelipisnya, lehernya juga hidung Raka, ia melakukannya dengan cepat.
Kegiatan gadis tomboy itu membuat Raka terkejut dan sejenak berhenti memahat, bola matanya mengikuti arah tangan Kiran yang sedang menghapus keringatnya. Sesekali ia melirik wajah Kiran. Sedang yang dilirik tampak serius dengan apa yang ia lakukan saat ini.
‘a-apa yang dia lakukan.. sepertinya ia ti-tidak sadar.’ Gumam Raka dalam hati. Tampaknya bingung dengan tingkah Kiran.
“ka-kau sedang apa?” Raka memiringkan kepalanya, menatap Kiran tepat di kedua bola mata gadis tomboy itu.
Mata Kiran yang tiba-tiba membelalak sepertinya menandakan bahwa ia telah sadar telah melakukan sesuatu yang aneh.
Kiran lalu mengalihkan pandangannya dan segera membuang tissue yang digenggamnya. Merah, wajahnya memerah. Ia juga mengubah posisi duduknya dan mengambil beberapa jarak dari Raka.
Raka hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah Kiran.
‘dasar.. haha..’ gumamnya lagi dalam hati. Raka kembali memahat.
Setelah beberapa lama, tak satupun dari mereka memulai pembicaraan, mungkin masih dipenuhi suasana tegang atau apa? Hahaha.. gadis tomboy ini melakukan hal lain sedangkan pria culun itu tampak serius memahat, sepertinya sudah mulai memahat mata kelinci tanpa memberitahu Kiran.
“aku mau pulang..” Kiran angkat bicara.
“lihat dulu pahatanku.” dalih Raka tanpa melihat wajah Kiran.
Kiran mendekat dan duduk di samping Raka, kini posisinya sangat dekat namun lebih menyerong ke arah pahatan. Ia memperhatikan dengan serius pahatan tersebut hingga beberapa menit. Sampai pada hidung kelinci.. matanya tiba-tiba membelalak.
“HEI! HIDUNG KELINCI APA YANG KAU BUAT ITU?!” teriak Kiran tepat di telinga Raka yang sedang serius memahat dan mulai membuat bentuk mata kelinci. Raka tampak terkejut hebat dan refleks menghindar dan menoleh ke arah Kiran.
DAGDIGDUG
Bunyi jantung kedua insan itu semakin kuat dan berhasil menggetarkan keduanya. Entah bagaimana posisinya, mata Kiran semakin membelalak saat bibir Raka tepat menyentuh pipinya. Kedua bola mata Raka juga ikut membelalak, ia takut sekaligus merasa ada yang aneh di dalam dadanya.
Raka segera berbalik dan keluar dari ruangan itu. Meninggalkan sang gadis dengan pikirannya dan degupan jantungnya yang meledak-ledak. Dasar pria culun.
ooOoo
Setelah beberapa menit, Raka masuk kembali ke ruang belajarnya yang di mana gadis tomboy itu masih menunggu di sana. Setelah masuk, Raka mendapati gadis tersebut sedang membereskan peralatan memahat.
“su-sudah mau pulang ya? Aku lihat sopirmu baru saja datang.” Tanya Raka sedikit kikuk dan malu-malu.
“hmm.. ya, kita lanjutkan besok.” Jawab Kiran berusaha bersikap datar. Terlihat sekali, ia masih malu.
“baiklah.”
Kiran meraih tasnya dan berjalan mendekati pintu yang berada tepat di belakang Raka.
“Tunggu! Ma-masalah yang tadi itu, aku benar-benar minta maaf.” Raka refleks menarik lengan gadis tomboy itu, bermaksud menahannya pergi.
“eh? O-oh ya, lu-lupakan...” Kiran menepis tangan Raka. Nada suara Kiran tiba-tiba saja sedikit berbeda, tampaknya serentetan kejadian tadi yang menjadi penyebabnya. Ia juga sulit menyelesaikan kalimatnya.
“ya, tentu. Aku akan melupakannya. Kita ini teman baik, kan?” celoteh Raka dibumbuhi sedikit candaan.
Kiran segera keluar dari ruangan itu tanpa membalas ucapan Raka barusan.
‘dia selalu melakukan hal aneh padaku. Sial!’ Gumam Kiran dalam hati.
ooOoo
Keesokan harinya, sikap Kiran berubah beberapa derajat. Ia tampak mulai menerima perhatian baik Raka sebagai temannya, seperti saat Raka mengajaknya diskusi tentang pelajaran dan saat Raka mengajaknya ke kantin bersama. Walau masih sering ia menatap tajam dan kesal jika Raka tersenyum padanya atau melakukan hal aneh yang membuatnya merasa aneh juga.
“aku akan menunggumu di parkiran, kita ke rumahku lagi, aku janji, besok kita akan mengumpulkan pahatan kepala kelinci itu dengan sempurna!” ucap Raka sesaat setelah bel pulang sekolah berdering.
“hm.” Jawab Kiran singkat. Setelah Raka meninggalkan kelas, tampak bayangan senyuman yang sangat tipis bahkan hampir tampak tidak terlihat itu adalah senyuman yang menghiasi wajah jutek dari seorang gadis tomboy.
ooOoo
Singkat cerita, akhirnya pahatan mereka selesai sudah, waktu menunjukkan pukul 9 malam. Tidak ada kejadian aneh yang seperti kemarin terjadi. Hahaha.
“wuah, makan malamlah dulu sebelum pulang, aku ambilkan ya.” Tanpa mendengar jawaban Kiran, Raka langsung saja keluar. Kiran menatap punggung Raka dengan kesal.
Cukup bosan, Kiran pun mulai membereskan ruangan itu. Walaupun tomboy, dia juga punya sifat yang suka kebersihan. Setelah membereskan ruangan itu, tanpa sadar keringatnya bercucuran lagi, dan itu mengingatkannya atas kejadian memalukan yang terjadi karena perbuatannya kemarin.
Tampak gadis tomboy itu segera menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menetralkan pikirannya. Ia ingin melupakan kejadian bodoh itu.
Kiran lalu melangkahkan kakinya mendekati meja belajar yang di sana terdapat beberapa lembar tissue. Saat hendak meraih tissue itu, matanya tiba-tiba menangkap sebuah novel yang tidak terlalu tebal yang ada di meja belajar tersebut. Bukan novel yang membuatnya tertarik, tapi ujung sebuah kertas yang sepertinya menjadi batas bacaan novel. Kertas itu terlihat seperti foto.
Kiran menarik foto itu tanpa berpikir panjang dahulu, tanpa memikirkan privasi sang pemilik novel.
“anniversary yang ke-50 hari?” Kiran membaca tulisan yang ada dibalik foto, ia belum melihat gambar foto yang masih digenggamnya.
Rasa penasaran menggelitiknya, ia pun dengan mudah membalik foto itu.
“i-ini...”
Kedua bola mata gadis tomboy ini membulat tak percaya. Ia melihat gambar yang entah mengapa seketika membuatnya sesak. Pikirannya kacau dan bingung.
Gambar itu adalah foto pria culun bernama Raka yang sedang tersenyum, ia memakai seragam sekolah mereka. Foto yang seperti itu tidak cukup menjadi alasan seorang gadis menjadi sesak tiba-tiba.
Tapi, bukan hanya gambar foto Raka yang ada di sana, tepat di sampingnya, seseorang sedang bersandar di bahunya, seorang wanita berambut panjang dan berkulit putih, namun dengan seragam yang berbeda. Ia juga sedang tersenyum sambil memegang sepotong kue tart yang lilinnya pun masih menyala.
Foto yang seperti ini tentu saja bisa menjadi alasan kuat bagi seorang wanita merasa sesak tiba-tiba, apalagi wanita itu berpikir bahwa dirinyalah satu-satunya wanita yang dekat dengan pria di dalam foto itu.
“wah kau sudah melihatnya?” suara pria yang berada di dalam foto itu tiba-tiba mengejutkan gadis tomboy ini.
Kiran berusaha bersikap datar walaupun sekali lagi sangat jelas pikiran dan perasaannya mungkin sedang kacau.
“aku hanya penasaran.” respon Kiran ketus. Lalu ia menghempaskan foto yang digenggamnya itu ke meja belajar Raka.
“he-hei..” Raka segera berlari menghampiri foto itu, seolah tak ingin terjadi apa-apa dengan foto yang ‘menyakitkan’ itu.
Kiran semakin kesal melihat tingkah berlebihan Raka, ia pun mengacuhkan pria culun itu.
“hei, makanlah dulu.” Raka menahan lengan Kiran lagi.
“aku mau cuci tangan!” Kiran menjawab dengan nada kesal, seperti biasa.
Beberapa menit kemudian, Kiran pun masuk ke ruang belajar itu lagi, ia mendapati Raka yang sudah mulai menyantap makan malamnya. Kemudian Kiran segera duduk dan mulai makan.
“foto yang tadi membuktikan bahwa aku tidak kikuk seperti katamu hari itu.” Raka mengawali pembicaraan.
“oh ya? Kapan aku bilang begitu?” respon Kiran acuh sembari mengunyah lauknya.
“hari kedua aku pindah di sekolah ini, kau bilang, siapapun tidak akan tertarik denganku yang kikuk ini.”
“oh..” balas Kiran singkat. Ia tampaknya mengingat jelas kejadian hari itu.
“aku sudah selesai makan. Hm, sopirmu belum datang ya?” tanya Raka sambil membersihkan tangannya. “sudah hampir larut malam, aku juga sudah mengantuk, mau kembali ke kamarku.” Tambahnya setengah menguap.
“aku belum minta dijemput, bukannya kau menyuruhku untuk makan malam dulu? Bodoh..” jawab Kiran ketus, ia masih belum selesai makan.
“haha.. tapi kan seharusnya kau hubungi sopirmu, lama perjalanan sampai ke sini bisa menjadi lamanya kau makan. Jadi, kalau sudah selesai, sopirmu juga sudah tiba.” Jelas Raka sedikit terkekeh.
“cerewet..”
“mana ponselmu, biar aku yang menghubunginya, makananmu masih banyak.” Raka melihat sekeliling, mencari tas Kiran. “mana tasmu?”
“di sampingku, bodoh.” Kiran hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “bagaimana bisa wanita di foto itu menyukai orang bodoh sepertimu.” Sindirnya.
Kalimat barusan berhasil membuat pria culun itu menoleh ke arah Kiran, tatapan Raka berbeda dari biasanya. Kiran terkejut namun berusaha bersikap biasa.
“kenapa? Kau marah?“ tanya Kiran santai sambil mengunyah makanannya.
“aku harap ini terakhir kalinya kau mengatakan itu.” Raka berdalih dengan tatapannya yang cukup tajam, sepertinya ia marah. “kalau tidak..” tambahnya setengah ragu.
“haha, kau ingin mengancamku apa? Berkelahi? Aku akan terus mengatakan hal itu. Memangnya kenapa? Kau marahpun aku tidak peduli.” Kalimat menyebalkan selalu saja keluar dari mulut gadis itu. Ia tidak sadar bahwa perkataan ini benar-benar memancing emosi seseorang.
“sudahlah. Kau wanita, dan kau temanku.” Jawab Raka mengakhiri. Pria culun ini berdiri dan mendekati Kiran, ia duduk tepat di samping Kiran yang masih makan. Tangannya meraih tas berwarna coklat milik Kiran dan mulai merogoh isinya.
“nama sopirmu, siapa?”
“apa itu penting? Cari saja, ‘sopir’ di kontakku.”
Raka hanya diam dan melakukan sesuai perintah gadis itu.
“Halo, maaf mengganggu, Pak. Saya Raka, teman Kiran.... iya, dia sudah minta dijemput, terimakasih, Pak.” Raka pun menutup teleponnya.
“kita tunggu di luar saja.” Usul Raka beberapa saat setelah melihat gadis tomboy itu selesai makan.
ooOoo
“hooaammmhh..” untuk yang kesekian kalinya Raka menguap. Gadis yang duduk di sebelahnya hanya menatapnya kesal.
“masuk dan tidurlah, aku benci melihatmu menguap sembarangan.” ungkap Kiran ketus.
“hahaha, kau tidak pernah sekalipun mengatakan hal baik padaku.” Raka terkekeh sembari mengulurkan lengannya, mengacak rambut Kiran dengan lembut.
Kiran tak bergeming, hanya mematung.
“aku ini kan temanmu, bersikaplah ramah sedikit.” Raka menarik lengannya.
“aku tidak pernah menganggapmu teman.” ketus gadis tomboy itu acuh, seketika membuat Raka terdiam.
“hahaha.. lagi-lagi itu.”
“apa yang lucu?” tanya Kiran sambil menyipitkan matanya.
“aku menertawakan diriku yang sepertinya tampak begitu menyedihkan, selalu menawarkan diri jadi temanmu.” Raka menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. ”benar, kan?” tambahnya.
“begitulah.” Respon Kiran singkat.
“apa kau begitu membenciku? Kenapa? Karena waktu itu aku mengambil gambarmu?” duga Raka.
“kenapa tiba-tiba membahas hal konyol seperti ini?” raut wajah Kiran berubah malas.
“aku sudah menghapusnya, percayalah. Aku minta maaf.” Raut wajah Raka berubah serius. “padahal fotomu hari itu adalah foto wanita pertama yang kusimpan di ponselku. Foto dengan pose keren. Hehe..” tambah Raka, kali ini sedikit terkekeh, kantuknya sudah hilang.
Kiran hanya menatapnya sinis.
“hmm, kenapa kau ingin berteman denganku? Bukankah aku sudah bersikap kasar? Aku juga pernah menghajarmu.” tanya Kiran sambil menatap tepat kedua bola mata Raka.
“aku menyukaimu.” Jawab Raka singkat. Seulas senyum terlukis di wajahnya.
Kiran terkejut mendengarnya.
Seperti ada yang berdegup kencang dalam dirinya. Sangat kencang hingga sulit mengontrolnya.
“kau.. berhentilah. Jangan mengatakan hal konyol!” ketus Kiran.
“konyol?” alis Raka bertautan.
“kau juga jangan melakukan hal konyol lagi.”
“a-apa ini konyol untukmu?” Raka tampak tidak mengerti.
“berhenti mendekatiku, berhenti menegurku, berhenti tersenyum padaku, berhenti bersikap baik padaku.”
“kenapa? Karena aku bukan temanmu? Itu lagi?” Raka membuang pandangannya dari Kiran.
“benar. Dan lagi, semua yang kau lakukan membuatku merasa aneh.” Ungkap Kiran dengan sorot tatapannya yang terlihat kosong di hadapannya.
“aneh? Apa yang kau katakan?” Raka melihat ke arah gadis tomboy ini lagi.
“kau menyukaiku? Semudah itukah kau mengatakan hal seperti itu? Bukankah kau sudah punya pacar?” Kini mereka bertemu pandang. Saling mengartikan makna sorot mata yang terpancarkan.
“....” Raka hanya diam.
“haha, kau seharusnya tahu, walau sehari-harinya aku seperti laki-laki yang kasar, tapi kata-kata sensitif seperti pernyataan suka atau cinta bisa membuatku kacau sehari atau beberapa hari. Itu kebiasaan hampir semua perempuan.” Jelas Kiran sedikit terkekeh, pandangannya ia buang dari pria culun di sebelahnya.
“....” respon si culun masih diam.
“selain kata-kata sensitif seperti itu, perbuatan atau sikap perhatian yang aneh juga bisa membuat seorang perempuan memikirkannya hingga dia kacau dan tidak bisa tidur.” Kiran membawa bola matanya ke arah lawan bicaranya. “Dan semua yang kau lakukan itu aneh bagiku. Jadi, kau bisa menyimpulkannya sendiri. Ini pertama kalinya bagiku, jadi aku sulit mengontrolnya.” Tambah Kiran, ia berusaha memperjelas perasaannya.
“e-eh?” Raka masih tak bergeming, ia mencerna kata per kata yang ia dengar. Apakah gadis tomboy ini sedang... menyatakan perasaannya?
“Kau pernah memelukku, tersenyum sangat tulus padaku, mengusap kepalaku, memegang lenganku, menghapus keringatku, bahkan mencium pipiku, semua itu kau lakukan dengan berani padahal aku sendiri bahkan tidak pernah menganggapmu teman.” Ungkap Kiran jujur.
“a-aku tidak bermaksud..” raut wajah Raka berubah, entah memancarkan ekspresi apa. Bola matanya mengalihkan pandangannya dari bola mata Kiran.
“sekarang kau tahu apa yang kurasakan, jadi berhentilah menggangguku.” Kiran menatap Raka, “berhenti menganggapku sebagai temanmu. Mulai besok kita akan berbicara seperlunya saja.” Tambahnya berusaha tenang.
“ba-baiklah. Sekali lagi aku minta maaf.” Raka tampak cemas.
‘sial, aku jadi lembek begini. Kau pasti menertawakanku dalam hati, kan? Haha.’ gumam Kiran dalam hati dan tampak ia tersenyum seperti orang bodoh.
“ma-maaf, aku tidak tahu sampai sejauh ini.” Raka menambah kalimatnya melihat Kiran yang hanya tersenyum. Raut wajah Raka merasa bersalah. Tampak sangat menyesal.
“hm.” Kiran mengangguk lalu tersenyum sekali lagi.
Sejak malam itu, sikap Raka berubah sepenuhnya kepada gadis tomboy bernama Kiran ini. Sedangkan Kiran juga tetap berusaha untuk bersikap seperti biasanya kepada orang-orang disekelilingnya tanpa terkecuali.
Senyuman, sapaan, usapan lembut yang dulu hampir selalu dilakukan Raka pada Kiran sepenuhnya menghilang sampai mereka tamat sekolah.
Mereka menyakiti perasaan mereka sendiri. Gadis tomboy ini benar-benar kuat.
ooOoo
Text full post
Tweet |
1 comments:
Anime Review
Post a Comment