Terulang lagi,
Kali ini bahkan lebih
menyakitkan.
Yaaah, aku mengetik catatan ini
setelah melihat pengumuman SNMPTN 2012. Dan nyatanya, “Aku tidak lulus”.
Sebelumnya aku pernah merasakan
ini, tahun lalu.
Aku juga tidak lulus SNMPTN 2011.
Memalukan, bukan?
Kecewa teramat dalam kurasakan
hingga tanpa sadar aku memukul diriku sendiri. Kecewa karena...
Pertama, karena kegagalan ini
terlalu nyata membuktikan bahwa aku begitu bodoh.
Kedua, karena kegagalan yang
sama, aku mengecewakan ayahku, mengecewakan ibuku lebih dalam.
Ketiga, karena kegagalan ini, aku
sadar aku hanya pecundang bodoh yang tidak berguna.
Keempat, dengan kegagalan ini,
aku semakin yakin, satu keinginanku yang sejak dulu belum tercapai, takkan
mungkin punya kesempatan lagi untuk tercapai sampai kapanpun. Ya, aku hanya
ingin, namaku juga tercantum di koran pengumuman sebagai seseorang yang LULUS
di sekolah negeri. Itu saja. Miris sekali.
Jujur saja, aku belum pernah
merasakan sekolah di sekolah negeri, belum pernah.
Ya, aku terlalu bodoh, tidak
pantas.
Hufft, padahal hari ini
bertepatan dengan pengumuman adikku di SMA negeri 4. Dan hasilnya, nomor tesnya
tercantum di koran pengumuman pagi tadi. Air mata ibuku menetes haru begitupun
ayahku. Aku ikut terhanyut dalam diam, menyaksikan moment yang aku idam-idamkan
terjadi padaku sejak aku lulus sekolah dasar. Ya, aku iri, aku juga ingin LULUS
di sekolah negeri.
Sebelum melihat pengumuman, aku
berharap dapat membuat ayah dan ibuku juga bangga padaku. Aku berharap moment
tadi pagi terjadi juga malam ini.
Namun sayang, lagi-lagi itu hanya
keinginan yang benar-benar telah berubah menjadi mimpi, aku membawa berita buruk.
“ma, pa.. aku tidak lulus lagi.”
Kukatakan dengan berat kalimat menyakitkan
itu di depan pintu kamar orangtuaku, kuputuskan untuk memberi tahu mereka
secepatnya.
Dengan segera, ibu membuka pintu,
saat aku melihat lebih jauh, aku mendapati ayah sedang melihatku, menunggu
beberapa kalimat terucap dari bibirku.
“sudahma lihat pengumuman, tidak
luluska lagi.” Aku menunduk, malu melihat ke wajah orangtuaku. Karena sadar,
aku benar-benar tak berguna. Juga, aku takut melihat kekecewaan yang pasti
terpancar dari wajah mereka. Untuk kedua kalinya.
Ayah terdiam beberapa saat.. lalu
mengeluarkan suara,
“karena tidak belajarko.” balasnya
singkat, tanpa melihat ke arahku lagi.
Aku cukup terkejut, sikapnya jelas
berbeda dengan tahun lalu. Sesaat setelah melihat pengumuman dan menangis pilu dipelukan
ibu karena tidak lulus SNMPTN 2011, ayah memberiku semangat untuk bangkit.
Yah, wajar sikap ayah berubah, ia
mungkin menyadari bahwa aku memang tak bisa diharapkan.
Beberapa hari sebelum tes SNMPTN,
aku memang menampakkan sikap yang tak bersungguh-sungguh dalam belajar. Itu
karena urusan kuliahku juga di kampusku sekarang. Mungkin karena melihat
sikapku ini, ayah jadi kecewa duluan. Ia mungkin sudah memprediksi bahwa aku
akan gagal lagi.
Aku ingat, setelah hari pertama
tes, ayah menanyakan hasilnya.
“bagaimana ujiannya tadi?”
“soal TPA-nya jauh lebih mudah
dari tahun lalu,” aku cukup percaya diri.
Memang benar, soal TPA tahun ini
jauh lebih mudah, soal matematika dasar juga lumayan lebih bisa kukerjakan.
“Alhamdulillah, lulus jaki itu, Nak..”
ayah menghela nafas lega, ia tersenyum. Aku balas tersenyum dan mengaminkan
doanya.
Hari kedua, berita buruk. Ayah
kembali menanyakan hasilnya.
“susah pa, rumus-rumusnya sudah
banyak yang kulupa, setengah mati kuingat. Hufft..”
“eh? Kenapa bisa? Kau tidak
belajar mungkin.”
“belajar, tapi memang soal yang
masuk sedikitji yang mirip dengan yang kupelajari.”
Raut wajah ayah kecewa, ia lalu
menyuruhku untuk terus berdoa saja.
Dan memang benar kan? sekarang,
aku mengecewakan ia lagi.
Saat ini, aku sedang mengurung
diri, membaca semua sms yang masuk menanyakan kelulusanku. Kubalas satu per
satu, mencoba bersabar mengetik kalimat menyakitkan ini berulang-ulang: “tidak
luluska lagi.. ;’(“
Mereka yang bertanya kebanyakan
dari teman kelasku di kampus, mereka semua tahu aku tekad untuk tes SNMPTN
lagi. Bahkan mereka tahu, aku sangat ingin lulus SNMPTN.
Sejak mereka tahu akan hal itu,
tiap hari aku menerima doa “semoga tidak lulus” dari mereka. Sampai suatu hari,
aku pernah menangis karena cukup lelah menerima semua doa itu. Namun, aku tahu
mereka semua hanya bercanda. karena saat kutanyai mengapa mereka bersikap
seperti itu, alasan yang kuterima selalu tidak logis. Apa ini cara mereka untuk
bilang bahwa mereka tak ingin kehilanganku? Tidak mungkin, kan? Ha-ha. ==a
Sekarang, tangisku sudah mulai
berhenti, hmmm.. hahah yah aku menangis lagi. Tentu saja, aku kehilangan
harapanku untuk kuliah di kampus idamanku, bagaimana mungkin tidak menangis?
Aku juga menangisi keempat hal yang tadi kusebutkan di atas.
Aku beruntung, hujan di luar sana
cukup deras hingga mampu menyembunyikan suara tangisanku dari dalam sini. Di
kamarku, sendirian, meratapi layar notebook yang bisu.
Mengetik catatan inipun, aku
masih meneteskan beberapa air mata, haha..
Huft, baiklah, aku akan belajar
untuk menerima takdir, menerima kenyataan, bahwa hanya kampus ini tempatku.
Allah swt mempercayakan kampus hijau ini menjadi pijakanku sementara menuju
cita-cita yang telah kugenggam saat ini. Yaah, aku hanya tinggal menjalaninya
dengan sungguh-sungguh, aku harus mensyukuri itu.
Beberapa sms balasan dari
teman-temanku juga berisi kalimat penyemangat yang cukup membuatku tertegun, yah,
aku cukup terharu dibuatnya. Dan sms-sms itu juga menambah kekuatanku untuk
tetap optimis di kampus yang sekarang, bersama mereka, teman seperjuanganku.
Ya, sekarang aku benar-benar sudah
menjadi bagian dari fakultas yang sedang kujajaki. Maaf, sebelumnya aku belum
lapang menerima takdir. Awal menginjakkan kaki di kampusku yang sekarang, aku
bertekad hanya datang bertujuan untuk memenuhi kewajibanku sebagai mahasiswi
dan sebagai anak yang telah dibiayai dengan pengorbanan orangtuaku, targetku
hanya belajar dan belajar untuk membanggakan kedua orangtuaku, tanpa ada rasa
minat sedikitpun dengan kampus dan penghuni lainnya. Namun seiring berjalannya
waktu, seiring beberapa kejadian yang memaksa untuk kulalui bersama teman
angkatanku, aku mulai merasakan ada hal lain yang juga harus kugapai di sini
selain prestasi, yaah, menikmati menjadi bagian dari mereka. Aku berharap
sekarang, besok dan seterusnya, aku dapat menjalani kehidupanku yang sekarang
ini, meraih suksesku di tempat ini bersama 149 orang calon teman sejawatku.
Aamiin.
Ayolah, Ai, ikhlaaaaaasss!!!
Ganbatte!
Sudah larut, aku harus
mempersiapkan diri untuk besok, menghadapi ayahku yang sampai saat ini
sepertinya masih kecewa denganku. Hufft.. aku bisa gila, aku tak pernah tak
mengecewakan mereka. ;’((
Tweet |
2 comments:
Jgn patah semangat ai....
:)
semua pasti ada hikmahx...
walaupun swasta tp g kalah bagus kok dari negeri...
buktikan sama ayahmu kalo kamu bisa jd dokter yang hebat...
hahahah... iya makasiih
Post a Comment