Assalamu’alaikum, Minna-san… :D
Ai datang lagi dengan sebuah karangan yang lain dari
sebelumnya. Ai lagi mood buat cerita yang dengan sudut pandang orang pertamanya
itu seorang laki-laki. Biasanya kan Ai buat yang cewek tuh… hehehe..
Ini terinspirasi dari seseorang yang Ai duga, ehem
sepertinya dari gelagatnya, dia suka sama Ai. *GR banget xD* Tapi, dia ini
gimana yah, diem-diem gitu anaknya.
Oke deh langsung saja yahh.. Selamat menikmati. Oh ya, nama
pemerannya pakai nama pemeran di J-dorama Code Blue >< soalnya sekarang
Ai lagi demam Code Blue nih, Minna…
~~~~~~~~~~~~~~
Terlambat Sebelum
Mulai Mengenalnya
Hah. Sebenarnya ini berat untuk kuceritakan pada kalian,
tapi biarlah. Oke, perkenalkan namaku Aizawa Kousaku. Nama kecilku Kousaku. Aku
anak yang cukup jahil dan suka sekali bermain game dan baca manga. Kerjaanku di
rumah hanya dua hal itu. Normalnya, aku seperti pada anak laki-laki lainnya,
kami suka bermain.
Semenjak masuk SMA, awalnya aku masuk ke kelas yang cukup
menyenangkan. Aku punya banyak teman di sana. Baik laki-laki maupun perempuan,
semuanya suka bermain dan bersantai. Tiap akhir pekan, kami selalu menghabiskan
waktu di tempat karaoke, nonton film atau main game. Hingga suatu hari, aku
ditempatkan di sebuah kelas yang unggulan, entah kenapa aku bisa lolos di kelas
itu. Tapi memang, banyak yang mengakui kecerdasanku. Aku tidak sombong.
Di kelas baru ini, aku benar-benar melihat pemandangan aneh.
Saat bel istirahat berbunyi, raut wajah murid-murid yang menjadi teman baruku
ini memancarkan raut yang kecewa. Seolah kecewa yang begitu dalam. Mungkin
hanya aku yang berteriak girang di dalam hatiku. Aneh. Mereka seperti robot.
Saat guru keluar, mereka tiba-tiba berhambur menuju sebuah meja yang tepat di
sisi kananku. Mereka menghampiri seorang murid perempuan yang sedari
tadi kuperhatikan sangat serius dengan bukunya, matanya enggan menjauh dari bukunya
yang sama tebalnya dengan kacamata yang ia kenakan. Kutu buku. Itu kesan
pertamaku.
“Shiraishi-san, ajari aku penjelasan materi atom tadi. Aku
belum mengerti,” Celetuk seorang murid laki-laki.
“I-iya.. haduh, bagaimana ini? Tidaaaakkk…” Kali ini
teriakan seorang murid perempuan. Dia hampir gila. Aku tertawa kecil
melihatnya.
Aku merasa penasaran seperti apa kehebatan murid bernama
Shiraishi ini. Kulangkahkan kakiku menuju mejanya. Wow, melihat wajahnya saja
sulit, terlalu banyak orang yang menghalangi pandanganku. Hah, anak bernama
Shiraishi ini benar-benar seperti idola. Eh tidak, tadi saat kuperhatikan,
wajahnya sama sekali tidak cantik. Kulitnya agak gelap, rambutnya bergelombang,
wajahnya berjerawat dan yang pasti, dia culun. Sangat culun. Tidak menarik.
Aku menahan pundak salah seorang murid laki-laki yang ikut
mengerubungi Shiraishi. Dia berbalik dengan wajah kesal.
“Ada apa anak baru?”
“Ng, kau tidak mau ke kantin?” Ajakku.
“Eh? Kantin?” Dia menggaruk kepalanya. Seolah berpikir
keras. Eh? Jangan-jangan dia tidak tahu apa itu kantin. Haha..
“Bagaimana mungkin aku bisa tenang makan di kantin sementara
materi fisika yang tadi belum satupun kupahami dengan baik!” Aku terkejut, dia
tiba-tiba membentakku. Aku bisa merasakan semua mata kini tertuju padaku.
Ditambah lagi, sepertinya air liur bocah menyebalkan ini mengenai wajahku.
Sial.
“He-hei.. kau tak perlu marah.” Kudorong pundaknya. Sementara
semua mata masih mengarah padaku. Memalukan.
“GOMENASAI !!!” Tiba-tiba terdengar suara perempuan. Semua
mata mengarah ke arah sumber suara. Eh? Shiraishi?
“GOMEN !” Dia mengulangi permintaan maafnya sembari
membungkukkan sedikit punggungnya.
“Eh.. Doushite Shiraishi-san?” Salah seorang murid lain
memegang pundak Shiraishi. Ia meminta penjelasan pada wanita culun ini.
“Gomenne. Aku juga belum memahami betul materi atom tadi.
Kepalaku sampai pusing memikirkannya. Maaf, mengecewakan kalian!”Dia bungkuk
sekali lagi.
Whoaaa. Aku benar-benar merasa berada di dunia lain.
Orang-orang di kelas ini benar-benar aneh. Apa mereka hanya memikirkan
pelajaran? Aku bisa gila.
“Ti-tidak apa-apa, Shiraishi-san. Kami akan berusaha
sendiri. Kita akan saling membantu. Onegaishimasu!” teriak penuh semangat
seorang murid laki-laki yang juga tak kalah culunnya. Aku hampir tertawa
melihatnya. Anehnya, semua murid tiba-tiba saling meneriakkan kata
“Onegaishimasu” sambil membungkukkan punggung mereka. Mereka makhluk apa?
Aku benar-benar
menikmati kejadian teraneh siang ini. Aku termangu menikmatiya. Setelah ritual
“Onegaishimasu”, dalam sekejap, mereka semua sudah berada pada tempat duduk
mereka masing-masing. Aku menyapu pandangan sekeliling sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku tanda masih tak percaya.
“Maaf? Ada yang bisa kubantu?” Seseorang memegang lenganku.
“EH? Woaaa.. apa? Apa? Jangan menyentuhku, jelek!” Teriakku.
Semua mata kembali melihatku juga melihat Shiraishi. Aku
terkejut. Secara refleks kuhempaskan saja tangannya dari lenganku. Saat
refleks, ucapanku juga memang selalu kasar terdengar. Ah, aku lupa, rupanya aku
masih berdiri tepat di depan meja Shiraishi. Aku tidak sadar tiba-tiba
Shiraishi sudah berdiri di hadapanku dan memegang lenganku.
“Ah, maaf,” Dia tersenyum lalu berbalik arah, menuju
mejanya. Dia kembali mengambil pulpen dan meneruskan aktivitasnya bersama
buku-buku di mejanya.
Tiba-tiba kepalaku pusing, perasaanku jadi tak karuan. Ada
perasaan bersalah saat secara refleks aku mengatakan ia jelek. Saat kulihat
wajahnya yang menunduk setelah tersenyum… Huwaa.. apa mulutku terlalu kasar ya?
Cckckck.. aku mengutuk mulutku sendiri. Belum lagi, mata kesal semua murid yang
mengarah padaku. Aku benar-benar sudah dibuat gila di sini.
Kulangkahkan kakiku menuju pintu keluar, aku butuh sedikit
hiburan. Mungkin dengan ke kantin bisa menormalkan otakku kembali.
“Aizawa-kun.. mau ke mana? Kau tak dengar bunyi bel masuk?
Kembali ke tempatmu,” Tiba-tiba guru fisika menahan jalanku. Padahal sudah
hampir sampai di depan. Sial.
Dengan malas aku berjalan kembali ke mejaku. Kulirik sedikit
meja Shiraishi, rupanya dia menyadari lirikanku. Aku terkejut dan segera
memutar bola mataku ke arah lain. Sekilas kulihat dia tersenyum lagi. Apa yang
dia lakukan?
“Baiklah, Minna-san.. Sebelum istirahat tadi, sensei sudah
memberi penjelasan tentang materi atom bukan? Sekarang, sensei mau melihat
aplikasi dari pemahaman kalian. Salah seorang dari kalian boleh membantu sensei
di depan sini.”
Semua mata mengarah pada Shiraishi. Mereka memberi isyarat
agar Shiraishi maju ke depan. Shiraishi sendiri terlihat bingung. Oh, rupanya
murid di kelas ini tak sepintar yang kuduga, bukankah tadi Shiraishi bilang ia
juga belum paham? Kenapa mereka masih mengharapkan wanita culun ini? Ckckck…
“Lho? Apa-apaan ini? Bukankah sebelum istirahat tadi kalian
bilang sudah paham penjelasan sensei? Kenapa tidak ada yang mau maju ke depan?”
Guru cerewet itu kembali berceloteh.
Hening.
“Baiklah, sensei beri waktu dua menit, baca kembali materi
atom lalu salah satu dari kalian maju ke depan. Jika tidak ada yang bisa,
terpaksa sensei akan meberi tugas rumah yang banyak,”
Hening..
Eh? Apa-apaan ini? Hanya karena belum paham, kami diberi
tugas yang banyak? Waktu main gameku akan tersita semua. Ckckc.. aku melihat
sekeliling, semua hanya tertunduk pasrah. Shiraishi tampak mengernyitkan
dahinya, berpikir keras agar dapat menyelamatkan kami. Hm, aku cukup kasihan
melihatnya. Dia terlalu memaksakan diri.
Aku berpikir sejenak, memutar otakku, mengingat semua materi
atom yang pernah aku tahu. Kubuka buku fisika dan mempelajarinya sedikit.
“Baiklah, sudah dua menit. Silahkan siapapun, maju ke
depan!” Seru guru cerewet ini yang cukup mengejutkanku. Rasanya dua menit bagai
lima detik saja.
Murid-murid saling bertatapan lalu melihat ke arah Shiraishi
kembali. Shiraishi tampak berat hati untuk berdiri. Kuduga, dia pasti masih
belum paham sepenuhnya. Bodohnya, Shiraishi terlihat mengangkat tubuhnya. Raut
wajah semua murid jadi girang. Mereka merasa akan terselamatkan.
“Lama sekali..” Lagi-lagi, guru ini semakin menyebalkan.
Aku tak tahan lagi. Shiraishi terlalu lama. Aku berdiri,
melangkah cepat ke depan menghampiri sensei cerewet dan tukang mengancam ini.
Aku tak peduli jika semua mata mengarah padaku.
“Kupikir Shiraishi yang akan maju. Rupanya si anak baru,
Aizawa-kun. Baiklah..”
Cerewet. Dia meremehkanku? Kulihat semua murid yang ada di
depanku, semua memberi raut cemas. Oh, rupanya mereka juga tak percaya pada
kecerdasanku. Kulihat ke arah Shiraishi.. eh? Dia lagi-lagi tersenyum.
Kualihkan pandanganku. Rupanya, hanya dia yang percaya padaku.
Hampir setengah jam aku berdiri di depan, membantu sensei
cerewet ini menjelaskan pada teman-teman baruku mengenai teori atom. Hingga
pada akhirnya, aku disuruh kembali ke mejaku. Aku kembali dengan perasaan
bangga. Tentu saja, sebelum aku berjalan ke mejaku, sensei cerewet ini dan
semua murid di kelas ini berteriak riuh memuji kecerdasanku. Hahaha.. Yattane!
===
“Aizawa-kun !” Aku menoleh. Seorang murid perempuan yang culun
dan jelek bernama Shiraishi terlihat berlari dan melambai ke arahku. Oh,
memalukan. Apa lagi sekarang?
“Apa?” Responku ketus.
“Hontouni.. Arigatou..” Dia membungkuk. “Kimiwa sugoooiii
ne!” Lanjutnya dengan senyum kecil di bibirnya. Manis.
“Eh? Ya, Mochiron!
Haha..” Jawabku, sedikit kepedean.
“Hebat hebat hebat… aku menyukaimu!” Gadis culun ini
tiba-tiba bergelayut manja di lenganku.
“EH? Le-lepaskan..” Kembali kuhempaskan tangannya. Jahil
sekali. Bikin kaget saja.
“Ah, gomen. Aku terbiasa bersikap begitu pada
teman-temanku.” Dia menggaruk mengelus lengannya, salah tingkah. “ng, aku akan
ke rumahmu sebentar sore. Ajari aku fisika ya? Mana mungkin seorang Shiraishi
menjadi bodoh di mata teman-teman, jadi aku butuh bantuanmu. Onegaishimasu!”
Dia membungkuk dengan semangat. Wanita culun, jelek dan aneh.
“Eh? Aku tidak suka
ada orang yang datang ke rumahku.”
“Ke-kenapa?” Dia memiringkan kepalanya. “Apa rumahmu
berantakan?”
“Bodoh! Aku bilang begitu itu artinya aku tidak mau. Aku
menolak kau datangi dan menolak untuk mengajarimu. Wakarimasuka?” Aku berbalik
pergi.
“A-Aizawa-kun.. Matte!” Dia menarik bajuku.
“Hoe? Apa lagi, Shiraishi-san? Apa penolakanku belum jelas?”
Ketusku.
“Ng.. apa karena aku jelek, Aizawa-kun? Kau tak mau membantu
karena aku jelek?” Tanyanya ragu.
“Bu-bukan seperti itu. Kau masih memikirkan kata-kataku tadi
di kelas ya? Aduh, itu benar-benar tak sengaja. Aku menolak karena aku mau
istirahat saja tanpa ada masalah sekolah yang mengganggu.”
“A.. sou desuka. Hai, wakarimasu!”Tiba-tiba dia tersenyum
dan melangkah pergi. Mendahului jalanku.
Gadis aneh.
===
“Aizawa-kun… Ada temanmu menunggu di bawah!” Suara Ibu
mengusik keasyikanku memainkan game terbaru di kamarku. Padahal hampir selesai
kumainkan. Huh. Kumatikan laptop dan menruni tangga dengan malasnya.
“Konnbanwa, Aizawa-kun!” Mataku melebar saat melihat sosok
Shiraishi sedang berdiri di ruang tamuku bersama tas ransel yang ia pakai.
Eh? dia tak memakai kacamatanya. Dia juga tampak berbeda.
Rambutnya dikuncir dua, matanya yang melihat ke arahku dan bajunya… semuanya
terlihat manis.
EH? apa yang kupikirkan. Ckckck.. dia ini culun tetap saja
culun.
“Maaf mengganggu waktu istirahat malammu, Aizawa-kun.
Sebenarnya aku tidak mau datang, tapi sejak pulang sekolah aku terus berusaha
memeahami materi yang baru saja dijelaskan sensei sesaat kelas berakhir. Dan
lagi-lagi, aku belum mengerti. Ja-jadi.. kupikir, kau pasti mengerti. Ja-jadi…
aku memutuskan ke sini. Meminta bantuanmu. O-onegaishimasu!!” Ucapnya panjang
lebar dan berakhir dengan kata yang sudah terasa ratusan kali kudengar hari
ini: “Onegaishimasu”.
Aku mengangguk lalu berjalan mendekatinya. Aku menyuruhnya
duduk.
“Baiklah, mana buku fisikamu? Akan kucoba membantumu.”
“INI !!!” Hei-hei.. dia terlalu bersemangat. -__-
===
“Hm.. Sudah hampir jam 09.30 malam, kau belum mau pulang?”
Sindirku.
“Sebentar lagi!” Jawabnya bersemangat. Aneh.
“Aku sudah jelaskan semuanya, tugasku sudah selesai. Sisanya
kau bisa lanjutkan aktivitas belajarmu di rumahmu. Jangan di sini. Dasar!”
“Eh? Be-benar juga. Aku lupa. Haha.. jadi tidak sadarsudah
hampir tiga jam aku di sini.” Dia tersenyum kecil lagi.
Benar, tiga jam yang indah bagimu, sebaliknya untukku.
“Baiklah, kau boleh pulang sekarang.”
“Ng, ya. Tapi….”
“Apa lagi?”
“Sejak tadi kau belum tanya..”
“Tanya apa lagi?” Jawabku malas.
“Tanya ke mana kacamataku, mungkin?”
“Ha? Apa peduliku. Sudahlah.” Aku mendorong tubuhnya menuju
pintu keluar rumahku. “Nah, Jaa mata ashita!” Aku melambai padanya, mengucap
selamat tinggal.
DEG!
Aku merasakan tubuhku hangat seketika. Dia… memelukku.
“Arigatougozaimashita!” Ucapnya dalam pelukan sepihak ini.
Aku dapat merasakan suaranya yang bergetar di dadaku. Aku cukup terpaku. Ini
pertama kalinya aku dipeluk seorang perempuan.
Shiraishi melepas pelukannya. Dia tampak mengusap maatanya
dengan punggung jari telunjuknya. Dia menangis?
“A-Apa yang kau lakukan?” Aku coba bertanya, meminta
penjelasan. Dia gadis aneh.
“Aku emang selalu melakukan ini jika telah dibantu banyak
oleh seseorang. Siapapun itu. Maaf, jika kau merasa aneh.” Suaranya sedikit
melemah.
“Tentu saja aneh. Kau memegang lenganku, tersenyum padaku,
datang ke rumahku, lalu memelukku. Kau bilang, kau memang selalu seperti ini
pada siapapun yang baik padamu. Apa menurutmu itu cara berterima kasih yang
benar?” Aku sedikit membentaknya.
“Iya. Apa ada yang salah?” Tanyanya, lugu.
“Ya, salah. Seorang perempuan melakukan semua itu pada
laki-laki apalagi beberapa laki-laki, akan terlihat murahan. Sikapmu polos tapi
menakutkan. Jangan seperti itu lagi. Ubah cara berterimakasihmu, terutama saat
bersama denganku. Kau membuatku geli. Kau bahkan bukan kekasihku.”
“Ng, kau berpikir begitu ya. Agak keterlaluan, Aizawa-kun.
Tapi, baiklah. A-aku pulang dulu. Seseorang sudah menjemputku di sana.”
Shiraishi membungkuk lalu berbalik pergi.
Lagi-lagi, aku merasa bersalah dengan ucapannya. Aku hanya
diam, memandangi punggungnya yang semakin menjauh.
===
Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya, sikap murid di
kelas unggulan itu berubah drastis kepadaku. Mereka jauh lebih baik padaku.
Hampir tiap hari, tiap bel istirahat berbunyi, semua murid tak lagi
mengerubungi meja Shiraishi, mereka semua ke mejaku. Meski menyebalkan tapi
lama kelamaan aku menikmatinya.
Akan tetapi, kini sebaliknya, sikap Shiraishi berubah
terhadapku. Dia tak pernah lagi tersenyum ke arahku, tak pernah bertanya
tentang pelajaran dan yang pasti tak pernah lagi ke rumahku. Aku….
Merindukannya.
Shiraishi kini mengubah penampilannya. Kacamata kunonya
diubah menjadi model kacamata trend zaman sekarang. Rambutnya terlihat lebih
terawatt, jerawatnya berkurang dan kulitnya lebih bersiih terlihat. Prestasinya
di kelas masih lebih bagus dariku, dia mendapat ranking 1 dan aku setelahnya.
Sudah hampir satu tahun kami sekelas dan dia belum masih bersikap seperti yang
ia katakana dulu di rumahku. Dia berubah padaku. Hanya padaku.
“Fujikawa-kun!” Aku terkejut mendengar Shiraishi berteriak
pada seseorang. Seseorang yang cukup keren yang tengah berdiri di depan pintu
kelas. Aku melihat senyum laki-laki itu mengarah pada Shiraishi.
“Wuah, Shiraishi banyak berubah ya. Selain cerdas, dia juga
bisa memiliki kekasih sekeren Fujikawa.” Celetuk Misa, saat kami tengah asyik
membahas soal Matematika di jam istirahat ini.
“Eh? Kekasih?” Seruku tak sengaja.
“Belum sih.. Tapi, banyak yang bilang, malam ini, Fujikawa
akan menyatakan perasaannya pada Shiraishi.”
“Lalu, Shiraishi? Apa dia memang menyukai Fujikawa?” Tanya
Kuroda, teman yang lain.
“Sepertinya begitu. Hm..” Gumam Misa.
“Ng, aku bisa mendengar kalian membicarakanku.” Eh?
tiba-tiba saja Shiraishi datang dari belakangku. Kini, dia berdiri di
sampingku.
DEG!
EH? Gila. Lidahku tiba-tiba terasa kaku berucap walau hanya
ingin sekadar menyapanya.
“Ahaha.. Gomen, Shi-san, tapi apa yang kami bicarakan itu
benar kan?” Goda Misa. “Jadi, apa gerangan jawabanmu sebentar malam untuk
Fujikawa?”
Aku bersikap seolah tak peduli dengan pembicaraan mereka.
Walau sebenarnya ada sesuatu dalam diriku yang ingin tahu apa yang akan
dikatakan wanita culun yang kini duduk di sampingku ini.
“Aku akan menolaknya. Haha.. Aku sudah punya kekasih. Mana
mungkin aku memiliki dua kekasih sekaligus, kan?” Jawab Shiraishi sembari
membetulkan kacamatanya.
Punya kekasih? Siapa? Pertanyaan ini meledak-ledak di
pikiranku sekarang.
“Eh? Tak kusangka, Shi-san sudah punya kekasih. Hmmm.. tapi,
aku tak pernah melihatnya. Siapa dia?”
“Hahaha… aku juga tidak menyangka. Rupanya walau jelek
seperti ini, ada juga yang menyukaiku.” Dia menyindirku. Dia masih ingat, aku
selalu menyebutnya wanita jelek. “Kekasihku orang yang hebat di bidang olahraga.
Dia anak sekolah lain. Kami pacaran tepat sehari sebelum Aizawa-kun masuk di
kelas ini.”
“Aku?”
“Benar. Makanya, mungkin karena baru pertama kali punya
kekasih, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Aku jadi tak bisa tidur
seharian.” Ungkap Shiraishi terlihat malu. Semburat merah mewarnai pipinya.
Aku yang mendengar itu, merasa ada sesuatu yang menusukku.
Tiap kata yang menggambarkan tentang kekasihnya bagai sebuah benda tajam yang
meracaukan pikiranku.
“Wah, pantas saja hari tiu kau tidak focus pada materi atom,
Shi-san!” Seru Kuroda. “Hahaha.. teman kita sedang jatuh cinta.” Tambahnya. Aku
hanya mengangguk dan diam.
“Hahaha.. Saat belajar materi atom, yang kupikirkan malah
kekasihku itu. Jadi, hari itu, aku benar-benar berterima kasih pada Aizawa-kun
yang datang menyelamatkan kita semua, dengan maju ke depan menjelaskan materi
atom. Aku juga berterima kasih karena sensei tidak jadi memberi kita tugas yang
banyak karena aku berencana jalan dengan kekasihku sepulang sekolah.” Kembali,
kata-kata yang keluar dari mulut Shiraishi menusukku perlahan-lahan. Aku
merasakan sakit dan kacau.
“Kau bilang, kau belajar sepulang sekolah?” Sindirku.
“Ah, gomen..” Dia tersenyum seolah merasa tak bersalah telah
membohongiku.
“Ng, Aizawa-kun tidak lihat kekasihku malam itu?” Lanjut
Shiraishi, masih bersemangat rupanya menceritakan kisah cintanya.
“Tidak, apa peduliku.”
“Kupikir kau melihatnya, dialah yang menjemputku malam itu.
Hehe.” Ungkapnya jujur. Aku tidak tahan lagi. Rasanya hawa panas menjulur ke
seluruh tubuhku.
“Tunggu, jadi, kenapa kau memelukku malam itu? Bukannya
kekasihmu bisa melihat kita?”
“Apa? Kau memeluk Aizawa-kun?” Seru Kuroda tak percaya.
“Hmm.. kata
Shiraishi, memeluk adalah caranya berterimakasih pada orang yang baik padanya.
Siapapun itu, akan dia peluk. Benar kan?” Sindirku.
“Ta-tapi, aku belum pernah melihatmu memeluk seseorang,
Shi-san?” Heran Misa.
“Hmm, itu karena… aku merasa harus memeluk Aizawa-kun.
Entahlah. Maaf ya, memang terlihat murahan. Tapi, jujur itu juga pertama
kalinya bagiku. Hahaha...” Jawabnya sedikit kikuk.
Hening. Kata-katanya kali ini, membuat degupan jantungku
kembali kencang. Ada rasa yang menyenangkan.
“Ng, sudahlah. Misa-san, kalau kau ingin bergosip jangan di
sini. Lanjutkan di tempat lain. Aku dan Kuroda ingin belajar. Pergilah.”
Ketusku yang mulai memanas.
“Eh? Aizawa-kun, maafkan aku. Aku tak bermaksud mengajak
Misa mengobrol. Maaf..” Shiraishi refleks memegang lengan kananku. Lagi-lagi,
dia belum mengubah kebiasaannya.
Aku melihatnya lalu melihat tangannya yang masih memegang
lenganku. Tiba-tiba ia singkirkan tangannya lalu tersenyum.
“Maaf, aku masih belum bisa mengubah sikapku yang satu ini.”
Dia tersenyum lagi.
Aku tidak tahan melihatnya tersenyum semanis itu. Aku baru
sadar, dia benar-benar manis. Sial. Degupan jantungku jadi tak menentu
sekarang.
Triliiiliiittt trililiiiiitt…
Handphone Shiraishi bordering.
“Eh, dia menelpon! Misa, Kuroda dan Aizawa, silahkan lanjutkan
belajar kalian. Aku angkat telpon dulu.” Tiba-tia raut wajahnya girang.
Pasti dari kekasihnya yang ia bangga-banggakan.
“Hahaha… dasar.” Misa hanya menggeleng. Begitupun Kuroda.
Sial, aku merasa kesal melihat senyumnya saat menatap layar
handphone yang bertuliskan nama kekasihnya. Rasa kesal yang jauh lebih besar
dibanding saat aku kalah dalam setiap game yang kumainkan.
Sekarang aku terlihat seperti pecundang yang telah jatuh
cinta padanya.
Ingin kuungkap tapi percuma, semuanya terlambat. Bahkan sehari
sebelum aku mengenalnya, aku juga sudah terlambat. Terlambat sebelum mulai
mengenalnya. Itu dia judul yang tepat untuk pecundang sepertiku. Hahaha..
menyedihkan.
Satu-satunya hal yang indah kualami bersamanya hanyalah saat
ia memelukku dan mengucap terimakasih dipelukannya malam itu. Pelukan yang
pertama bagiku maupun baginya.
~~~~~~~~~~~~~~
Huwaaaa, gimana? Jelek banget yah endingnya. -,-
Ai kehabisan ide pas mau ending. Padahal pengen buat cerita
yang menceritakan kegalauan seorang laki-laki yang mencintai wanita diam-diam.
Tapi malah jelek gini. Padahal juga Ai mau masukkin quotes ampuh saat galau.
Hahaha.. sudahlah, semoga ada yang suka. minta komentarnya yah.. ^^a
Tweet |
1 comments:
numpang lewat
Anime Re
Post a Comment