Thursday, February 23, 2012

#13. Story: Terlambat Sebelum Mulai Mengenalnya

Assalamu’alaikum, Minna-san… :D
Ai datang lagi dengan sebuah karangan yang lain dari sebelumnya. Ai lagi mood buat cerita yang dengan sudut pandang orang pertamanya itu seorang laki-laki. Biasanya kan Ai buat yang cewek tuh… hehehe..

Ini terinspirasi dari seseorang yang Ai duga, ehem sepertinya dari gelagatnya, dia suka sama Ai. *GR banget xD* Tapi, dia ini gimana yah, diem-diem gitu anaknya.

Oke deh langsung saja yahh.. Selamat menikmati. Oh ya, nama pemerannya pakai nama pemeran di J-dorama Code Blue >< soalnya sekarang Ai lagi demam Code Blue nih, Minna…

~~~~~~~~~~~~~~

Terlambat Sebelum Mulai Mengenalnya

Hah. Sebenarnya ini berat untuk kuceritakan pada kalian, tapi biarlah. Oke, perkenalkan namaku Aizawa Kousaku. Nama kecilku Kousaku. Aku anak yang cukup jahil dan suka sekali bermain game dan baca manga. Kerjaanku di rumah hanya dua hal itu. Normalnya, aku seperti pada anak laki-laki lainnya, kami suka bermain.

Semenjak masuk SMA, awalnya aku masuk ke kelas yang cukup menyenangkan. Aku punya banyak teman di sana. Baik laki-laki maupun perempuan, semuanya suka bermain dan bersantai. Tiap akhir pekan, kami selalu menghabiskan waktu di tempat karaoke, nonton film atau main game. Hingga suatu hari, aku ditempatkan di sebuah kelas yang unggulan, entah kenapa aku bisa lolos di kelas itu. Tapi memang, banyak yang mengakui kecerdasanku. Aku tidak sombong.

Di kelas baru ini, aku benar-benar melihat pemandangan aneh. Saat bel istirahat berbunyi, raut wajah murid-murid yang menjadi teman baruku ini memancarkan raut yang kecewa. Seolah kecewa yang begitu dalam. Mungkin hanya aku yang berteriak girang di dalam hatiku. Aneh. Mereka seperti robot. Saat guru keluar, mereka tiba-tiba berhambur menuju sebuah meja yang tepat di sisi kananku. Mereka menghampiri seorang murid perempuan yang sedari tadi kuperhatikan sangat serius dengan bukunya, matanya enggan menjauh dari bukunya yang sama tebalnya dengan kacamata yang ia kenakan. Kutu buku. Itu kesan pertamaku.

“Shiraishi-san, ajari aku penjelasan materi atom tadi. Aku belum mengerti,” Celetuk seorang murid laki-laki.

“I-iya.. haduh, bagaimana ini? Tidaaaakkk…” Kali ini teriakan seorang murid perempuan. Dia hampir gila. Aku tertawa kecil melihatnya.

Aku merasa penasaran seperti apa kehebatan murid bernama Shiraishi ini. Kulangkahkan kakiku menuju mejanya. Wow, melihat wajahnya saja sulit, terlalu banyak orang yang menghalangi pandanganku. Hah, anak bernama Shiraishi ini benar-benar seperti idola. Eh tidak, tadi saat kuperhatikan, wajahnya sama sekali tidak cantik. Kulitnya agak gelap, rambutnya bergelombang, wajahnya berjerawat dan yang pasti, dia culun. Sangat culun. Tidak menarik.

Aku menahan pundak salah seorang murid laki-laki yang ikut mengerubungi Shiraishi. Dia berbalik dengan wajah kesal.
“Ada apa anak baru?”

“Ng, kau tidak mau ke kantin?” Ajakku.

“Eh? Kantin?” Dia menggaruk kepalanya. Seolah berpikir keras. Eh? Jangan-jangan dia tidak tahu apa itu kantin. Haha..

“Bagaimana mungkin aku bisa tenang makan di kantin sementara materi fisika yang tadi belum satupun kupahami dengan baik!” Aku terkejut, dia tiba-tiba membentakku. Aku bisa merasakan semua mata kini tertuju padaku. Ditambah lagi, sepertinya air liur bocah menyebalkan ini mengenai wajahku. Sial.

“He-hei.. kau tak perlu marah.” Kudorong pundaknya. Sementara semua mata masih mengarah padaku. Memalukan.

“GOMENASAI !!!” Tiba-tiba terdengar suara perempuan. Semua mata mengarah ke arah sumber suara. Eh? Shiraishi?

“GOMEN !” Dia mengulangi permintaan maafnya sembari membungkukkan sedikit punggungnya.

“Eh.. Doushite Shiraishi-san?” Salah seorang murid lain memegang pundak Shiraishi. Ia meminta penjelasan pada wanita culun ini.

“Gomenne. Aku juga belum memahami betul materi atom tadi. Kepalaku sampai pusing memikirkannya. Maaf, mengecewakan kalian!”Dia bungkuk sekali lagi.

Whoaaa. Aku benar-benar merasa berada di dunia lain. Orang-orang di kelas ini benar-benar aneh. Apa mereka hanya memikirkan pelajaran? Aku bisa gila.

“Ti-tidak apa-apa, Shiraishi-san. Kami akan berusaha sendiri. Kita akan saling membantu. Onegaishimasu!” teriak penuh semangat seorang murid laki-laki yang juga tak kalah culunnya. Aku hampir tertawa melihatnya. Anehnya, semua murid tiba-tiba saling meneriakkan kata “Onegaishimasu” sambil membungkukkan punggung mereka. Mereka makhluk apa?

 Aku benar-benar menikmati kejadian teraneh siang ini. Aku termangu menikmatiya. Setelah ritual “Onegaishimasu”, dalam sekejap, mereka semua sudah berada pada tempat duduk mereka masing-masing. Aku menyapu pandangan sekeliling sambil menggeleng-gelengkan kepalaku tanda masih tak percaya.

“Maaf? Ada yang bisa kubantu?” Seseorang memegang lenganku.

“EH? Woaaa.. apa? Apa? Jangan menyentuhku, jelek!” Teriakku.

Semua mata kembali melihatku juga melihat Shiraishi. Aku terkejut. Secara refleks kuhempaskan saja tangannya dari lenganku. Saat refleks, ucapanku juga memang selalu kasar terdengar. Ah, aku lupa, rupanya aku masih berdiri tepat di depan meja Shiraishi. Aku tidak sadar tiba-tiba Shiraishi sudah berdiri di hadapanku dan memegang lenganku.

“Ah, maaf,” Dia tersenyum lalu berbalik arah, menuju mejanya. Dia kembali mengambil pulpen dan meneruskan aktivitasnya bersama buku-buku di mejanya.

Tiba-tiba kepalaku pusing, perasaanku jadi tak karuan. Ada perasaan bersalah saat secara refleks aku mengatakan ia jelek. Saat kulihat wajahnya yang menunduk setelah tersenyum… Huwaa.. apa mulutku terlalu kasar ya? Cckckck.. aku mengutuk mulutku sendiri. Belum lagi, mata kesal semua murid yang mengarah padaku. Aku benar-benar sudah dibuat gila di sini.

Kulangkahkan kakiku menuju pintu keluar, aku butuh sedikit hiburan. Mungkin dengan ke kantin bisa menormalkan otakku kembali.

“Aizawa-kun.. mau ke mana? Kau tak dengar bunyi bel masuk? Kembali ke tempatmu,” Tiba-tiba guru fisika menahan jalanku. Padahal sudah hampir sampai di depan. Sial.

Dengan malas aku berjalan kembali ke mejaku. Kulirik sedikit meja Shiraishi, rupanya dia menyadari lirikanku. Aku terkejut dan segera memutar bola mataku ke arah lain. Sekilas kulihat dia tersenyum lagi. Apa yang dia lakukan?

“Baiklah, Minna-san.. Sebelum istirahat tadi, sensei sudah memberi penjelasan tentang materi atom bukan? Sekarang, sensei mau melihat aplikasi dari pemahaman kalian. Salah seorang dari kalian boleh membantu sensei di depan sini.”

Semua mata mengarah pada Shiraishi. Mereka memberi isyarat agar Shiraishi maju ke depan. Shiraishi sendiri terlihat bingung. Oh, rupanya murid di kelas ini tak sepintar yang kuduga, bukankah tadi Shiraishi bilang ia juga belum paham? Kenapa mereka masih mengharapkan wanita culun ini? Ckckck…

“Lho? Apa-apaan ini? Bukankah sebelum istirahat tadi kalian bilang sudah paham penjelasan sensei? Kenapa tidak ada yang mau maju ke depan?” Guru cerewet itu kembali berceloteh.

Hening.

“Baiklah, sensei beri waktu dua menit, baca kembali materi atom lalu salah satu dari kalian maju ke depan. Jika tidak ada yang bisa, terpaksa sensei akan meberi tugas rumah yang banyak,”

Hening..

Eh? Apa-apaan ini? Hanya karena belum paham, kami diberi tugas yang banyak? Waktu main gameku akan tersita semua. Ckckc.. aku melihat sekeliling, semua hanya tertunduk pasrah. Shiraishi tampak mengernyitkan dahinya, berpikir keras agar dapat menyelamatkan kami. Hm, aku cukup kasihan melihatnya. Dia terlalu memaksakan diri.

Aku berpikir sejenak, memutar otakku, mengingat semua materi atom yang pernah aku tahu. Kubuka buku fisika dan mempelajarinya sedikit.

“Baiklah, sudah dua menit. Silahkan siapapun, maju ke depan!” Seru guru cerewet ini yang cukup mengejutkanku. Rasanya dua menit bagai lima detik saja.

Murid-murid saling bertatapan lalu melihat ke arah Shiraishi kembali. Shiraishi tampak berat hati untuk berdiri. Kuduga, dia pasti masih belum paham sepenuhnya. Bodohnya, Shiraishi terlihat mengangkat tubuhnya. Raut wajah semua murid jadi girang. Mereka merasa akan terselamatkan.

“Lama sekali..” Lagi-lagi, guru ini semakin menyebalkan.

Aku tak tahan lagi. Shiraishi terlalu lama. Aku berdiri, melangkah cepat ke depan menghampiri sensei cerewet dan tukang mengancam ini. Aku tak peduli jika semua mata mengarah padaku.

“Kupikir Shiraishi yang akan maju. Rupanya si anak baru, Aizawa-kun. Baiklah..”

Cerewet. Dia meremehkanku? Kulihat semua murid yang ada di depanku, semua memberi raut cemas. Oh, rupanya mereka juga tak percaya pada kecerdasanku. Kulihat ke arah Shiraishi.. eh? Dia lagi-lagi tersenyum. Kualihkan pandanganku. Rupanya, hanya dia yang percaya padaku.

Hampir setengah jam aku berdiri di depan, membantu sensei cerewet ini menjelaskan pada teman-teman baruku mengenai teori atom. Hingga pada akhirnya, aku disuruh kembali ke mejaku. Aku kembali dengan perasaan bangga. Tentu saja, sebelum aku berjalan ke mejaku, sensei cerewet ini dan semua murid di kelas ini berteriak riuh memuji kecerdasanku. Hahaha.. Yattane!

===

“Aizawa-kun !” Aku menoleh. Seorang murid perempuan yang culun dan jelek bernama Shiraishi terlihat berlari dan melambai ke arahku. Oh, memalukan. Apa lagi sekarang?

“Apa?” Responku ketus.

“Hontouni.. Arigatou..” Dia membungkuk. “Kimiwa sugoooiii ne!” Lanjutnya dengan senyum kecil di bibirnya. Manis.

 “Eh? Ya, Mochiron! Haha..” Jawabku, sedikit kepedean.

“Hebat hebat hebat… aku menyukaimu!” Gadis culun ini tiba-tiba bergelayut manja di lenganku.

“EH? Le-lepaskan..” Kembali kuhempaskan tangannya. Jahil sekali. Bikin kaget saja.

“Ah, gomen. Aku terbiasa bersikap begitu pada teman-temanku.” Dia menggaruk mengelus lengannya, salah tingkah. “ng, aku akan ke rumahmu sebentar sore. Ajari aku fisika ya? Mana mungkin seorang Shiraishi menjadi bodoh di mata teman-teman, jadi aku butuh bantuanmu. Onegaishimasu!” Dia membungkuk dengan semangat. Wanita culun, jelek dan aneh.

 “Eh? Aku tidak suka ada orang yang datang ke rumahku.”

“Ke-kenapa?” Dia memiringkan kepalanya. “Apa rumahmu berantakan?”

“Bodoh! Aku bilang begitu itu artinya aku tidak mau. Aku menolak kau datangi dan menolak untuk mengajarimu. Wakarimasuka?” Aku berbalik pergi.

“A-Aizawa-kun.. Matte!” Dia menarik bajuku.

“Hoe? Apa lagi, Shiraishi-san? Apa penolakanku belum jelas?” Ketusku.

“Ng.. apa karena aku jelek, Aizawa-kun? Kau tak mau membantu karena aku jelek?” Tanyanya ragu.

“Bu-bukan seperti itu. Kau masih memikirkan kata-kataku tadi di kelas ya? Aduh, itu benar-benar tak sengaja. Aku menolak karena aku mau istirahat saja tanpa ada masalah sekolah yang mengganggu.”

“A.. sou desuka. Hai, wakarimasu!”Tiba-tiba dia tersenyum dan melangkah pergi. Mendahului jalanku.

Gadis aneh.

===

“Aizawa-kun… Ada temanmu menunggu di bawah!” Suara Ibu mengusik keasyikanku memainkan game terbaru di kamarku. Padahal hampir selesai kumainkan. Huh. Kumatikan laptop dan menruni tangga dengan malasnya.

“Konnbanwa, Aizawa-kun!” Mataku melebar saat melihat sosok Shiraishi sedang berdiri di ruang tamuku bersama tas ransel yang ia pakai.

Eh? dia tak memakai kacamatanya. Dia juga tampak berbeda. Rambutnya dikuncir dua, matanya yang melihat ke arahku dan bajunya… semuanya terlihat manis.

EH? apa yang kupikirkan. Ckckck.. dia ini culun tetap saja culun.

“Maaf mengganggu waktu istirahat malammu, Aizawa-kun. Sebenarnya aku tidak mau datang, tapi sejak pulang sekolah aku terus berusaha memeahami materi yang baru saja dijelaskan sensei sesaat kelas berakhir. Dan lagi-lagi, aku belum mengerti. Ja-jadi.. kupikir, kau pasti mengerti. Ja-jadi… aku memutuskan ke sini. Meminta bantuanmu. O-onegaishimasu!!” Ucapnya panjang lebar dan berakhir dengan kata yang sudah terasa ratusan kali kudengar hari ini: “Onegaishimasu”.

Aku mengangguk lalu berjalan mendekatinya. Aku menyuruhnya duduk.

“Baiklah, mana buku fisikamu? Akan kucoba membantumu.”

“INI !!!” Hei-hei.. dia terlalu bersemangat. -__-

===

“Hm.. Sudah hampir jam 09.30 malam, kau belum mau pulang?” Sindirku.

“Sebentar lagi!” Jawabnya bersemangat. Aneh.

“Aku sudah jelaskan semuanya, tugasku sudah selesai. Sisanya kau bisa lanjutkan aktivitas belajarmu di rumahmu. Jangan di sini. Dasar!”

“Eh? Be-benar juga. Aku lupa. Haha.. jadi tidak sadarsudah hampir tiga jam aku di sini.” Dia tersenyum kecil lagi.

Benar, tiga jam yang indah bagimu, sebaliknya untukku.

“Baiklah, kau boleh pulang sekarang.”

“Ng, ya. Tapi….”

“Apa lagi?”

“Sejak tadi kau belum tanya..”

“Tanya apa lagi?” Jawabku malas.

“Tanya ke mana kacamataku, mungkin?”

“Ha? Apa peduliku. Sudahlah.” Aku mendorong tubuhnya menuju pintu keluar rumahku. “Nah, Jaa mata ashita!” Aku melambai padanya, mengucap selamat tinggal.

DEG!

Aku merasakan tubuhku hangat seketika. Dia… memelukku.

“Arigatougozaimashita!” Ucapnya dalam pelukan sepihak ini. Aku dapat merasakan suaranya yang bergetar di dadaku. Aku cukup terpaku. Ini pertama kalinya aku dipeluk seorang perempuan.

Shiraishi melepas pelukannya. Dia tampak mengusap maatanya dengan punggung jari telunjuknya. Dia menangis?

“A-Apa yang kau lakukan?” Aku coba bertanya, meminta penjelasan. Dia gadis aneh.

“Aku emang selalu melakukan ini jika telah dibantu banyak oleh seseorang. Siapapun itu. Maaf, jika kau merasa aneh.” Suaranya sedikit melemah.

“Tentu saja aneh. Kau memegang lenganku, tersenyum padaku, datang ke rumahku, lalu memelukku. Kau bilang, kau memang selalu seperti ini pada siapapun yang baik padamu. Apa menurutmu itu cara berterima kasih yang benar?” Aku sedikit membentaknya.

“Iya. Apa ada yang salah?” Tanyanya, lugu.

“Ya, salah. Seorang perempuan melakukan semua itu pada laki-laki apalagi beberapa laki-laki, akan terlihat murahan. Sikapmu polos tapi menakutkan. Jangan seperti itu lagi. Ubah cara berterimakasihmu, terutama saat bersama denganku. Kau membuatku geli. Kau bahkan bukan kekasihku.”

“Ng, kau berpikir begitu ya. Agak keterlaluan, Aizawa-kun. Tapi, baiklah. A-aku pulang dulu. Seseorang sudah menjemputku di sana.” Shiraishi membungkuk lalu berbalik pergi.

Lagi-lagi, aku merasa bersalah dengan ucapannya. Aku hanya diam, memandangi punggungnya yang semakin menjauh.

===

Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya, sikap murid di kelas unggulan itu berubah drastis kepadaku. Mereka jauh lebih baik padaku. Hampir tiap hari, tiap bel istirahat berbunyi, semua murid tak lagi mengerubungi meja Shiraishi, mereka semua ke mejaku. Meski menyebalkan tapi lama kelamaan aku menikmatinya.

Akan tetapi, kini sebaliknya, sikap Shiraishi berubah terhadapku. Dia tak pernah lagi tersenyum ke arahku, tak pernah bertanya tentang pelajaran dan yang pasti tak pernah lagi ke rumahku. Aku…. Merindukannya.

Shiraishi kini mengubah penampilannya. Kacamata kunonya diubah menjadi model kacamata trend zaman sekarang. Rambutnya terlihat lebih terawatt, jerawatnya berkurang dan kulitnya lebih bersiih terlihat. Prestasinya di kelas masih lebih bagus dariku, dia mendapat ranking 1 dan aku setelahnya. Sudah hampir satu tahun kami sekelas dan dia belum masih bersikap seperti yang ia katakana dulu di rumahku. Dia berubah padaku. Hanya padaku.

“Fujikawa-kun!” Aku terkejut mendengar Shiraishi berteriak pada seseorang. Seseorang yang cukup keren yang tengah berdiri di depan pintu kelas. Aku melihat senyum laki-laki itu mengarah pada Shiraishi.

“Wuah, Shiraishi banyak berubah ya. Selain cerdas, dia juga bisa memiliki kekasih sekeren Fujikawa.” Celetuk Misa, saat kami tengah asyik membahas soal Matematika di jam istirahat ini.

“Eh? Kekasih?” Seruku tak sengaja.

“Belum sih.. Tapi, banyak yang bilang, malam ini, Fujikawa akan menyatakan perasaannya pada Shiraishi.”

“Lalu, Shiraishi? Apa dia memang menyukai Fujikawa?” Tanya Kuroda, teman yang lain.

“Sepertinya begitu. Hm..” Gumam Misa.

“Ng, aku bisa mendengar kalian membicarakanku.” Eh? tiba-tiba saja Shiraishi datang dari belakangku. Kini, dia berdiri di sampingku.

DEG!

EH? Gila. Lidahku tiba-tiba terasa kaku berucap walau hanya ingin sekadar menyapanya.

“Ahaha.. Gomen, Shi-san, tapi apa yang kami bicarakan itu benar kan?” Goda Misa. “Jadi, apa gerangan jawabanmu sebentar malam untuk Fujikawa?”

Aku bersikap seolah tak peduli dengan pembicaraan mereka. Walau sebenarnya ada sesuatu dalam diriku yang ingin tahu apa yang akan dikatakan wanita culun yang kini duduk di sampingku ini.

“Aku akan menolaknya. Haha.. Aku sudah punya kekasih. Mana mungkin aku memiliki dua kekasih sekaligus, kan?” Jawab Shiraishi sembari membetulkan kacamatanya.

Punya kekasih? Siapa? Pertanyaan ini meledak-ledak di pikiranku sekarang.

“Eh? Tak kusangka, Shi-san sudah punya kekasih. Hmmm.. tapi, aku tak pernah melihatnya. Siapa dia?”

“Hahaha… aku juga tidak menyangka. Rupanya walau jelek seperti ini, ada juga yang menyukaiku.” Dia menyindirku. Dia masih ingat, aku selalu menyebutnya wanita jelek. “Kekasihku orang yang hebat di bidang olahraga. Dia anak sekolah lain. Kami pacaran tepat sehari sebelum Aizawa-kun masuk di kelas ini.”

“Aku?”

“Benar. Makanya, mungkin karena baru pertama kali punya kekasih, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Aku jadi tak bisa tidur seharian.” Ungkap Shiraishi terlihat malu. Semburat merah mewarnai pipinya.

Aku yang mendengar itu, merasa ada sesuatu yang menusukku. Tiap kata yang menggambarkan tentang kekasihnya bagai sebuah benda tajam yang meracaukan pikiranku.

“Wah, pantas saja hari tiu kau tidak focus pada materi atom, Shi-san!” Seru Kuroda. “Hahaha.. teman kita sedang jatuh cinta.” Tambahnya. Aku hanya mengangguk dan diam.

“Hahaha.. Saat belajar materi atom, yang kupikirkan malah kekasihku itu. Jadi, hari itu, aku benar-benar berterima kasih pada Aizawa-kun yang datang menyelamatkan kita semua, dengan maju ke depan menjelaskan materi atom. Aku juga berterima kasih karena sensei tidak jadi memberi kita tugas yang banyak karena aku berencana jalan dengan kekasihku sepulang sekolah.” Kembali, kata-kata yang keluar dari mulut Shiraishi menusukku perlahan-lahan. Aku merasakan sakit dan kacau.

“Kau bilang, kau belajar sepulang sekolah?” Sindirku.

“Ah, gomen..” Dia tersenyum seolah merasa tak bersalah telah membohongiku.

“Ng, Aizawa-kun tidak lihat kekasihku malam itu?” Lanjut Shiraishi, masih bersemangat rupanya menceritakan kisah cintanya.

“Tidak, apa peduliku.”

“Kupikir kau melihatnya, dialah yang menjemputku malam itu. Hehe.” Ungkapnya jujur. Aku tidak tahan lagi. Rasanya hawa panas menjulur ke seluruh tubuhku.

“Tunggu, jadi, kenapa kau memelukku malam itu? Bukannya kekasihmu bisa melihat kita?”

“Apa? Kau memeluk Aizawa-kun?” Seru Kuroda tak percaya.

 “Hmm.. kata Shiraishi, memeluk adalah caranya berterimakasih pada orang yang baik padanya. Siapapun itu, akan dia peluk. Benar kan?” Sindirku.

“Ta-tapi, aku belum pernah melihatmu memeluk seseorang, Shi-san?” Heran Misa.

“Hmm, itu karena… aku merasa harus memeluk Aizawa-kun. Entahlah. Maaf ya, memang terlihat murahan. Tapi, jujur itu juga pertama kalinya bagiku. Hahaha...” Jawabnya sedikit kikuk.

Hening. Kata-katanya kali ini, membuat degupan jantungku kembali kencang. Ada rasa yang menyenangkan.

“Ng, sudahlah. Misa-san, kalau kau ingin bergosip jangan di sini. Lanjutkan di tempat lain. Aku dan Kuroda ingin belajar. Pergilah.” Ketusku yang mulai memanas.

“Eh? Aizawa-kun, maafkan aku. Aku tak bermaksud mengajak Misa mengobrol. Maaf..” Shiraishi refleks memegang lengan kananku. Lagi-lagi, dia belum mengubah kebiasaannya.

Aku melihatnya lalu melihat tangannya yang masih memegang lenganku. Tiba-tiba ia singkirkan tangannya lalu tersenyum.

“Maaf, aku masih belum bisa mengubah sikapku yang satu ini.” Dia tersenyum lagi.

Aku tidak tahan melihatnya tersenyum semanis itu. Aku baru sadar, dia benar-benar manis. Sial. Degupan jantungku jadi tak menentu sekarang.

Triliiiliiittt trililiiiiitt…

Handphone Shiraishi bordering.

“Eh, dia menelpon! Misa, Kuroda dan Aizawa, silahkan lanjutkan belajar kalian. Aku angkat telpon dulu.” Tiba-tia raut wajahnya girang.

Pasti dari kekasihnya yang ia bangga-banggakan.

“Hahaha… dasar.” Misa hanya menggeleng. Begitupun Kuroda.

Sial, aku merasa kesal melihat senyumnya saat menatap layar handphone yang bertuliskan nama kekasihnya. Rasa kesal yang jauh lebih besar dibanding saat aku kalah dalam setiap game yang kumainkan.

Sekarang aku terlihat seperti pecundang yang telah jatuh cinta padanya.

Ingin kuungkap tapi percuma, semuanya terlambat. Bahkan sehari sebelum aku mengenalnya, aku juga sudah terlambat. Terlambat sebelum mulai mengenalnya. Itu dia judul yang tepat untuk pecundang sepertiku. Hahaha.. menyedihkan.

Satu-satunya hal yang indah kualami bersamanya hanyalah saat ia memelukku dan mengucap terimakasih dipelukannya malam itu. Pelukan yang pertama bagiku maupun baginya.

~~~~~~~~~~~~~~

Huwaaaa, gimana? Jelek banget yah endingnya. -,-
Ai kehabisan ide pas mau ending. Padahal pengen buat cerita yang menceritakan kegalauan seorang laki-laki yang mencintai wanita diam-diam. Tapi malah jelek gini. Padahal juga Ai mau masukkin quotes ampuh saat galau. Hahaha.. sudahlah, semoga ada yang suka. minta komentarnya yah.. ^^a



1 comments:

Anonymous said...

numpang lewat

Anime Re