Sunday, January 2, 2011

#05. Story: Kepercayaan Itu Penting

Well.. ini adalah cerita yang dialami oleh tiga orang detektif yang mebosankan. Haha.. mereka selalu mengambil hikmah dari setiap kasus yang datang menghampiri mereka. Salah satunya, dalam kasus ini, mereka jadi paham bahwa ‘kepercayaan itu penting dalam suatu hubungan’. Let’s read it!!

==========================================
Hari ini tidak ada kasus menghampiri kantor detektif kami. Sudah seminggu keadaan masih begini. “Tidak ada yang menarik. Huh!” kesalku. “Ya, membosankan.” Lanjut Idha. “Hmm, sebaiknya kita habiskan saja uang jasa kasus terakhir dengan liburan untuk menghilangkan kesuntukan ini.” Celetuk Pupet memecah keheningan di sore itu. “Tidak mungkin. Kau lupa? Kita ini masih berstatus pelajar, kita harus ke sekolah dan focus belajar.” Jawab Idha kesal. “aahh.. gunakan waktu senggang kita saja. Dan lagipula kita sedang liburan sekarang.” Bujuk Pupet. “Lupakan ide buruk itu.” Lanjutku. Setelah itu saya pergi meninggalkan Idha dan Pupet yang mungkin masih melanjutkan rencana-rencana konyol itu. Saya memasuki ruangan pribadiku untuk beristirahat sejenak. Istirahatku siang hari itu terganggu oleh suara-suara bising dari luar sana. “ada apa di luar? Berisik!” aku beranjak bangun dari tempat istirahatku dan membuka pintu dengan memasang wajah masam. “maaf, ketua perkumpulan ini sedang istirahat, bisakah kalian kembali beberapa jam kemudian? Sekalian, bawa teman Anda yang bermasalah itu.” ucap Idha dengan tampang serius. “ya.. benar kata temanku.” Sambung Pupet sesekali menoleh ke Idha. Aku melihat Idha dan Pupet tampak serius melayan pembicaraan seorang pria muda yang kuperkirakan usianya 18 tahun. “hmm.. baiklah.. dua jam lagi saya akan kembali ke sini. Mohon beritahukan ketua kalian.” Jawab pria itu dengan senyum lebar. Aku memerhatikan dengan cermat tingkah kedua sahabat detektifku itu. “aha.. ada apa dengan Pupet? Mengapa tampak gugup seperti itu? ha ha ha..” gumamku sambil mengeluarkan tawa kecil.

Setelah pria itu pergi, Idha berbalik badan dan terkejut melihatku. Begitupun Pupet. “A.. Ai? Sejak kapan kau..” Tanya Idha. “ahaha.. aku bisa melihat tampang salah tingkah Pupet saat pria tadi tersenyum.” Sahutku. “ng..? Pupet?” jawab Idha dengan heran kemudian menatap Pupet yang saat itu berwajah kesal karena ucapanku barusan. “ah,, sial kau Ai! Well, lebih baik kita bahas mengenai masalah klien tadi saja.” Ucap Pupet ketus. “ya, benar.. hei Ai mengapa tak menyapa kami saja daritadi? Kau merepotkan pria itu. padahal dia tampak cemas sekali.” Kesal Idha. “ah.. maaf maaf. Okay, jadi apa masalahnya?” jawabku. “hmm.. jadi begini, pria itu….” ucap Idha. “eh.. Nanti saja kau jelaskan Idha. kita tunggu saja pria itu datang dua jam lagi. Biar dia saja yang menjelaskannya lebih rinci.” Potong Pupet.

==========================================
Dua jam kemudian pria tadi datang membawa seorang perempuan yang mungkin seusianya. Aku menyuruhnya menjelaskan apa yang trjadi dan apa masalahnya setelah menyeduhkan beberapa cemilan dan teh hangat sore itu. “hmmm.. perkenalkan. Nama saya Erwin, 18 tahun dan ini temanku namanya Yuni.” Jelas pria itu sambil memberi isyarat pada teman perempuannya. “ng.. ya. Benar. Nama saya Yuni. Kami teman sekelas di Universitas Indonesia fakultas Kedokteran. Maksud kami ke sini ialah ingin meminta bantuan pada kalian. Salah satu teman kami belum jua kembali dari kegiatan baksos nya yang diadakan 4 hari yang lalu. Sebenarnya dia sempat mengirimi saya email dua hari yang lalu. Dia bilang bahwa dia masih mengadakan kegiatan baksos di daerah dataran rendah dekat Jakarta. Tapi, kemarin kami bertemu dengan temannya yang juga mengikuti kegiatan baksos tersebut. Temannya bilang bahwa kegiata baksos telah selesai dari 2 hari yang lalu. Kami cemas.” Jelas perempuan itu. “siapa nama teman kalian?” Tanya Idha. “Januar.” “kalian satu fakultas?” lanjut Pupet. “tidak.. dia jurusan teknik kimia.” “apa kalian sudah tanya tempat kegiatan baksos kepada temannya yang juga mengikuti kegiatan baksos itu?“tanyaku. “ sudah, saya tahu rumah penginapannyanya.” Jawab Yuni. “bisakah kami bertemu dengan teman Januar itu?” lanjutku. “oh tentu saja.” Jawab Erwin. “Yun, Sebaiknya kita ke rumah Ical sekarang. Mungkin dia masih di rumah.” Tanya Erwin pada Yuni. “ya..” jawab Yuni sambil mengangguk. “hmm.. baiklah, bisakah kita pergi sekarang?” Tanya Erwin pada kami. “ya!” jawab Pupet bersemangat. Saya tertawa kecil melihat tingkah Pupet barusan.

Sesampai di rumah Ical..

“hmm.. nama saya Ical. Saya ketua panitia kegiatan baksos 4 hari yang lalu itu. tempatnya di daerah pemukiman. Sampai di sana keadaan baik-baik saja. Sampai malam harinya, Januar membuat masalah. Dia mengambil beberapa obat-obatan yang kami bawa untuk warga sekitar. Entah apa tujuannya. Saat kutegur ia malah marah. Kemudian saya mendapat laporan bahwa Januar mengambil beberapa zat kimia yang kusimpan dalam bus kami. Januar memang tipikal orang yang suka melakukan percobaan konyol dan temperamental. Saya kesal malam itu dan menghampiri Januar dan hampir menghajarnya. Besoknya, saat absen mahasiswa dia memang tak muncul pagi itu. saya mencarinya. Lalu saat kutanyakan kepada teman sekamarnya, katanya Januar sudah pergi sejak kemarin malam. Karena masih kesal dengan ulahnya, saya membiarkannya. Dan pulang tanpa Januar.” Jelas Ical. “wahh.. bajingan kau! Dia sahabat kami. Ka.. kau. Arrrggghhh!!” sambung Erwin yang sepertinya sangat kesal mendengar penjelasan Ical. Idha yang mempunyai kelebihan di sisi bela diri, melerai keduanya. Bahkan Erwin hamper dihajar olehnya. “heii.. bodoh! Hentikaaannn!!!” teriak Yuni. Aku bisa melihat mata Yuni yang berkaca-kaca. “hmm.. Ai, perlukah kita ke daerah itu?” Tanya Pupet. “ya.. mungkin ada petunjuk. Tapi ini sudah malam. Berbahaya.” “tapi Ai, jika kita membiarkan ini, petunjuk keberadaan Januar sulit dilacak.” Ucap Idha. “hmm.. benar juga. Baiklah. Kita berangkat sekarang juga.”

==========================================

Erwin, Yuni dan Ical ikut bersama kami menuju daerah yang menjadi TKP pada kasus kali ini. Kami mendatangi tempat pnginapan dan langsung menuju ke kamar Januar. Kami melarang ketiga teman korban untuk masuk ke dalam sebab mungkin salah satu dari mereka bisa menjadi pelakunya. Aku menyapu pemandangan di sekitar kamar beharap mendapatkan hal-hal ganjil. “hmm.. jendela terbuka, tempat tidur yang masih berantakan. Kursi juga terlontang-lanting. Di atas meja terdapat sebuah buku yang tengahnya sepertinya telah dirobek dan sebuah pulpen diatas buku. Mengapa dibiarkan begini saja? Ng.. apa itu di sudut ranjang? Ada noda!” gumamku. “hmm.. darah. Masih baru, hampir 24 jam. Perkelahian ya.” “HEI! Ai, Pupet! Lihat! Apa ini? Cairan apa ini?” celetuk Idha. Aku terkejut dan langsung menuju ke tempat Idha memanggilku. “i.. ini, racun sianida.” Jawabku sambil terus mengamati cairan itu. “hahh?” jawab Idha dan Pupet hampir bersamaan. “benar-benar aneh. Idha, kau tunggu di sini. Awasi ketiga orang ini dan jangan lengah.” “BAIK!” jawab Idha. “Pupet, kau ikut denganku.” “hmm.. ya!” jawab Pupet sambil mengangguk.


==========================================
Aku dan Pupet menuju ke luar rumah penginapan dan mengamati halaman belakang yang berhubungan tepat di balik jendela kamar korban. “Ai! Ada noda darah dbingkai jendela!” teriak Pupet. “hmm.. tadi aku juga menemukan noda darah di sudut ranjangnya. “hei, kalian! Ada apa? Siapa?” ucap seorang kakek tua. Kami dikejutkannya. Ternyata kakek itu adalah penjaga rumah ini. “hmm.. kami mencari seseorang yang 4 hari lalu menginap di sini karena kegiatan baksos.” Jawabku. “kamarnya di sini, kek!” sambung Pupet. “ohh.. haha.. anak itu. mungkin anak itu masih berada di hutan sana.” “apa????” “yaaa.. saya terakhir bertemu dengan pemuda itu tadi pagi. Sepertinya dia terburu-buru menuju hutan.” “untuk apa?” tanyaku serius. “sejak sore hari 4 hari yang lalu, saya mendapatinya sedang melihat-lihat pohon di sekitar hutan. Sepertinya dia tahu banyak tentang daerah ini. Daerah ini kaya akan berbagai macam tumbuhan dan pohon-pohon yang sangat bermanfaat untuk obat-obatan. Saat kutanya, dia bilang, dia ingin melakukan percobaan.” “apakah ada hal yang ganjil kek?” Tanya Pupet. “hmm.. yah, tadi pagi itu, saya melihatnya menutupi wajahnya di sebelak kiri. Jalannya juga sempoyongan. Dan memang dia keluar dari jendela itu.” “ohh.. sudah kuduga. Ada perkelahian.” Gumamku. “terimakasih kek! ^__^” jawab Pupet sambil tersenyum lebar. Nampaknya Pupet memiliki pikiran yang sama denganku.

Kemudian kami berlari masuk ke dalam rumahpenginapan menuju Idha dan ketiga teman korban. “hei kalian! Apakah kalian dapat sesuatu?” Tanya Idha lekas. “tentu saja. Sekarang ayo kita ke hutan. Januar ada di sana!” jawab Pupet penuh semangat. Tiba-tiba atmosfir berubah, begitupun raut wajah ketiga temannya ikut berubah. “hmm..” gumamku. “Pupet, bawa racun itu.” “baik!” jawab Pupet.

==========================================
Sesampai di hutan yang tidak terlalu luas, insting detektifku terangsang. Dan kami berpencar. Tetapi ketiga teman korban masih kupercayakan pada Idha. Insting detektif membawaku ke suatu tempat yang berbau darah. Beberapa bercak darah kudapati di sela-sela tanaman sekitar hutan. Aku merasakan adanya tanda-tanda kehidupan di sekitar sana. Aku berharap masih adanya kehidupan.
Di sisi lain, ada sikap aneh dari Yuni. Dia seperti kerasukan setan. Idha hampir kewalahan menangani Yuni. Idha menghubungiku dan memintaku kembali karena Yuni pingsan. “Ai! Kembali sekarang juga. Yuni pingsan!” ucap Idha dari telepon. “ah, maaf! Kau hubungi Pupet saja. Suruh dia menemanimu. Aku hampir mendapatkan kebenaran!” jawabku. “oh ya, hati-hati!” lalu aku menutup telponnya dan melanjutkan penyelidikanku.

Tidak lama kemudian, aku menemukan seseorang. Di balik semak dia telah mati. Sadis! Aku mencium aroma racun sianida dari mulutnya. Wajahnya babak belur. “sial! Aku terlambat! Orang ini pasti Januar.” Batinku. Kemudian aku menggeledah korban. Tentu saja mmakai sarung tangan. Kudapati dompet dan sebuah kertas yang terselip di dalam dompet. Aku memperhatikan sekitar TKP. “hmm.. apa ini? Gila! Hmm…

Kemudian aku kembali ke dalam rumah penginapan dan mendapati Pupet juga Idha sedang menginterogasi teman-teman korban. “hmm.. mereka memang hebat!” gumamku.
“Idha, Pupet, bagaimana keadaan di sini?” tanyaku. “hah.. Ai! Kami sedang menginterogasi mereka.” Jawab Pupet. “ya, kami telah mendapatkan semua info yang kau butuhkan, Ai!” sambung Idha. “well, ayo kita bicara di luar. Tinggalkan dulu mereka di ruang tamu.” Ajakku.

“ada apa Ai?” Tanya pupet. “haha, Ai pasti menemukan sesuatu menarik.” Celetuk Idha. “ya benar. Tentu saja. Hmm” jawabku. “hmm.. jadi begini, aku telah menemukan korban dalam keadaan mengenaskan.” “apa?? Lalu?” Jawab mereka hampir bersamaan. “aku menemukan dompet dan kertas ini!”

“pembunuh itu sudah gila!
AKU BERTERIMAKASIH PADA STRANSIUM YANG MEMANCARKAN SINAR BETA PADAKU HINGGA AKHIRNYA AKU BISA MELIHATMU, PEMBUNUH!”


“isi kertas ini benar-benar petunjuk besar!” jawab Idha. “ya.. tapi apa maksudnya?” Tanya Pupet tampak putus asa. “korban adalah mahasiswa teknik kimia bukan? Ini pasti berhubungan dengan kimia.” Jawabku. “dan aku sudah tahu siapa pelakunya.” Sambungku. “benarkah itu Ai?” Tanya Idha. “tentu detektif, ini pelajaran kimia kelas XII SMA. Ahaha…” jawabku lagi. “wah, tidak salah kau kami pilih menjadi ketua kami.” Tawa pupet. “well, tolong jelaskan hasil interogasi kalian dan info yang kalian dapatkan.” Pintaku. “okey.. dengarkan baik-baik detektif!”

Erwin (18,m): “seingatku saya baru bangun pagi jam 7. Lalu sarapan dan menonton tv. Kemudian Yuni menelponku dan memintaku ke kantor kalian untuk mengajukan permohonan kasus. Setelah bersiap-siap saya berangkat pada jam 2 siang karena saya harus mengerjakan tugas dari dosen mata kuliahku. Lalu, saat kalian menyuruhku pulang, saya menuju rumah Yuni. Karena tidak ada jawaban, saya kembali ke rumahku dan ke rumah Yuni lagi pada jam setengah 4 lalu bersama-sama ke kantor kalian.”
Yuni (18,f) : “saya bangun pukul 6 pagi dan cemas terhadap Januar. Lalu mengirimkan sms pada Erwin. Tapi dia tak membalasnya jadi kutelpon dia pada jam 7 lalu menyuruhnya ke tempat kalian.” Jelas Yuni. “mengapa bukan sejak awal kau pergi bersama Erwin? Mengapa kau menyuruhnya dan tidak ikut? Dan kau apanya korban?” Tanya Pupet. “oh.. yah, saya paling takut berhubungan dengan kasus ataupun detektif. Jadi kuserahkan semuanya pada Erwin. Januar adalah kekasihku. Maaf tidak jujur sedari awal.” Jawabnya gugup. “Kemudian saya di rumah saja menunggu kabar selanjutnya dari Erwin. Hingga akhirnya pukul setengah 4 dia menjemputku dan menyuruhku ikut bersamanya ke tempat kalian.” Sambung Yuni.
Ical (18,m): hei hei.. saya tidak tahu apa-apa. Mengapa melibatkanku? Pagi tadi saya ke kampus karena ada praktikum. Maklumlah, mahasiswa teknik kimia bolak-balik laboratorium. Kemudian baru pulang ke rumah sore hari dan istirahat. Tidak lama kemudian, kalian datang dan merepotkanku.”


“hmm.. baiklah detektif. Ayo kita mulai pertunjukannya!” ucapku setelah sesaat berfikir keras. “hei hei tunggu! Apakah kau mencurigai Erwin? Soalnya aku melihat ada luka di lengannya.” Tanya Pupet cemas. “luka? Hmm.. kalau tidak salah tadi aku melihat di pelipis Yuni juga ada goresan luka, telapak tangannya juga begitu. dan wajahnya seperti habis dihajar. Agak bengkak.” Jelas Idha. “oh.. ya aku juga melihatnya. Mungkin bengkak karena menangis. Hahaha..” jawab Pupet. “pelakunya adalah orang bodoh yang lengah dan yang membuat kita kembali ke tempat setan ini. Oh ya, kita tidak boleh membiarkan setan itu memperdaya yang lainnya.” Ucapku kepada kedua detektif ini. “hmmm… begitu ya.” Jawab Pupet dan Idha lagi-lagi hampir bersamaan.

==========================================
“baiklah. Kami bertiga telah mengetahui kebenaran kasus ini.” Ucap Pupet. “ya, kami persilahkan detektif Ai menjelaskannya.” Sambung Idha. “mm.. terimakasih detektif Pupet dan detektif Idha. Well, aku telah menemukan korban dalam kasus ini. Mengenaskan.”

“be..benarkah?” Tanya Erwin seolah tak percaya. “ya, dengarkan dulu. Jadi begini, sampai kemarin malam Januar jelas masih hidup. Sebab penjaga rumah ini melihat korban di pagi buta. Namun seseorang mendatanginya di pagi buta untuk membunuhnya. Seseorang yang datang tanpa memberitahu korban terlebih dahulu. Kemudian terjadi perkelahian di kamar korban hingga menyebabkan korban babak belur dan lari dari kamar itu menuju hutan. Di hutan, saya menemukan korban tewas karena racun sianida dan mendapatkan dompet, sebuah kertas serta beberapa zat kimia. Sepertinya korban sedang melakukan suatu percobaan dan hampir menemukan suatu hal yang menakjubkan mengenai obat. Ya, Januar ingin membuat sebuah formula untuk membantu di bidang kedokteran. Formula obat itu guna menyembuhkan penyakit yang kala ini masih sulit di sembuhkan. Hebat! Akan tetapi, semua rencananya dianggap konyol oleh teman-temannya. Bahkan disaat sekarat dia masih sempat ke hutan untuk menyempurnakan penemuannya. Tapi, semua gagal sebab pembunuh itu mengikuti korban dari belakang dan lagi-lagi menghajarnya. Seolah tak puas, pembunuh itu meminumkan racun sianida yang diambilnya sedikit dari kamar korban. Lalu, dia pergi meninggalkan tempat ini dengan tangisan setan penyesalan.”

“ya, ini dia petunjuk yang kami temukan di dalam dompet korban. Diduga kertas ini diambil dari meja korban oleh korban sendiri.” Kata Idha sembari memperlihatkan kertas tersebut.

“pembunuh itu sudah gila!
AKU BERTERIMAKASIH PADA STRONTIUM YANG MEMANCARKAN SINAR BETA PADAKU HINGGA AKHIRNYA AKU BISA MELIHATMU, PEMBUNUH!”


Ekspresi Ical kemudian berubah. Sepertinya dia menyadari sesuatu. “i..ini.. unsur radioaktif.” Ucap Ical. “benar!” jawabku. “jadi, korban membuat dying message untuk menunjukkan nama pelaku. ‘strontium yang memancarkan sinar beta’ itu kata kuncinya.” Sambungku. “asal kalian tahu saja Strontium yang bernomor atom 38 jika memancarkan sinar beta akan menambah nomor atomnya sebanyak 1 dan unsur yang memiliki nomor atom 39 adalah unsure yang bersimbolkan huruf Y kapital.” Ucapku panjang lebar. “Yuni, kaulah pelakunya. Akui sekarang juga.” Sambung Idha.

Raut wajah Erwin berubah, ia lalu memegang kedua pundak Yuni dan menanyakan kepastiannya. “be..benarkah itu Yuni? Kauu..?” “tidaaaaaakkk!! Bodoh! Masa hanya karena kertas itu kalian menuduhku? Omong kosong!” bentak Yuni. “fufufu, menyedihkan. Lalu siapa lagi yang bisa melakukannya? Hanya kau! Kau tahu tempat penginapan korban dari emailnya sejak 2 hari yang lalu. Sedangkan Erwin baru tahu kemarin dari Ical dan hanya tahu daerahnya, bukan tempat penginapannya. Kau memiliki kesempatan yang lebih besar untuk itu. dan lagi, luka di sekujur tubuhmu, bisakah kau jelaskan?” Tanya Pupet menjebak. “i..inii… inii..” jawab Yuni gugup. “hah! Kau tidak usah mengelak lagi. Noda darah yang kami temukan di bingkai jendela dan sudut ranjang adalah darahmu. Sedangkan darah yang ditemukan detektif Ai disela-sela daun sekitar hutan adalah darah korban. Akui saja. Jika tidak hukumanmu semakin berat.” Sambung Idha.

“APA??? Jadi benar Yuni? Kau.. membunuh sahabatku!! Kau tahu percobaan itu ia lakukan untuk membantumu agar tidak di drop out dari kampus. Dia sangat mencintaimu. Dia membantumu menemukan formula baru agar dosen kita memberimu kepercayaan kem,bali. Sial!!!” bentak Erwin. Ical hanya bisa diam dan memandangi perselisihan antar sahabat itu. dan aku bisa melihat luapan penyesalan dari Yuni. “huwaaaaaaa… dia buatku gila karena perbuatannya. Dia terus-terusan melakukan percobaan konyol tanpa memberitahuku tujuannya. Kupikir dia ingin tenar sendiri dan melupakanku yang hampir di drop out dari kampus. Sampai pagi buta tadi saat kukunjungi, dia sedang member sianida pada beberapa tanaman, dia sudah gila. Lalu dia menyuruhku pulang dan tidak mau diganggu. Karena kesal, saya menghajarnya memakai kursi itu dari belakang beberapa kali. Kupikir dia sudah mati ternyata dia masih bangun dan menamparku lalu menghinaku. Dia memang sudah gila. Lalu setelah saya sadar, ternyata dia sudah kabur. Saya mendapatinya di hutan sedang melanjutkan penemuan konyolnya lalu entah setan apa yang merasukiku, kubunuh dia dengan memakai racun yang kubawa dari kamarnya. Huwaaa….. sa.. saya menyesal! Maafkan saya, Erwin. Hhuuuuhhuuuhu.. maafkan saya saying, Januaaaar..” teriakan Yuni mengakhiri malam itu.

Aku menyuruh Pupet untuk menghubungi polisi dan akhirnya Yuni dibawa ke kantor polisi. Pihak rumah sakit juga membawa mayat korban untuk diotopsi. Kami, tiga detektif SMA kembali ke kantor kami dengan perasaan lega.


“ternyata kepercayaan itu penting dalam suatu hubungan. Jangan sepeti Yuni yang tidak mempercayai dan selalu mencurigai kelakuan kekasihnya, Januar. Malang sekali.” Ucapku. “ya, benar dan Erwin tidak bersalah. Dia seorang sahabat sejati. Haha..” sambung Pupet. “ahhh.. kau ini! Hahah…” timpal Idha.

==========================================

0 comments: