Tuesday, February 7, 2012

Have I Already Moved On?

Apa yang aku rasakan saat ini? Bingung. Ada beberapa pertanyaan dalam otakku.

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul setelah kejadian kemarin.

Aku pernah cerita bahwa aku menyukai diam-diam seorang adik kelasku di masa SMA. Kami beda dua tahun, yah dia masih di sekolah itu dan aku sudah kuliah. Selama aku masih bersekolah di sekolah yang sama, perasaan cintaku tak kunjung habis. Tiap hari aku gila karenanya dan tak ada yang tahu akan hal itu. Dia selalu terlihat istimewa dan mengagumkan di mataku bagaimanapun, kapanpun dan di manapun dia. Kira-kira hampir satu tahun aku mengaguminya.

Kemarin saat berkunjung di sekolah lamaku yang penuh kenangan itu, aku kembali memutar memoriku. Terekam dengan jelas sosok SMA-ku. Satu per satu memoriku kembali hingga menuju satu memori tentang kehidupan percintaan masa SMA-ku. Aku mengingatnya, orang yang istimewa itu. “Orang yang tak ada kalahnya dibanding siapapun,” begitu kataku, dulu. Tanpa sadar, langkahku membawa ragaku menuju tempat di mana aku selalu melihatnya. Dan saat kukerjapkan mataku, aku melihatnya. Sosok yang amat sangat kurindukan. Tiba-tiba ada sesuatu yang menghujam jantungku, menghentikannya sebentar.

“Dia tak berubah,” begitu kesan pertamaku.

Mataku kembali dipertemukan dengan mata yang juga kurindukan sorotnya. Aku kaku. Seperti ada yang mau meledak dari dalam tubuhku, seperti ada yang menusuk mataku hingga membuatnya perih. Aku ingin menangis, ingin sekali kupeluk sosoknya walau hanya sedetik.

Rupanya perasaanku belum berubah, masih gila seperti dulu. Masih konyol dan bodoh seperti masa laluku. Namun, perasaan yang gila itu tak berlangsung lama. Saat aku diberitahu bahwa akan ada suatu kegiatan yang di mana aku dan dia akan berada pada satu ruangan dan bisa melihat satu sama lain, tuturku diam namun hatiku meledak-ledak bahagia. Saat kutunggu sosoknya muncul di ruangan itu, hatiku cemas. Akankah dia datang?

Ya, dia datang dan duduk tepat di hadapanku.

Dia masih seperti yang dulu. Masih biasa di mata yang lain namun berbeda di mataku.

Lama kami duduk berhadapan di dalam ruangan itu hingga segala bentuk ekspresinya terlihat jelas. Tawanya, senyumnya, tegangnya, seriusnya, sikap kritisnya dan tampang bingungnya. Aku sebagai seseorang yang diberi kesempatan melihat orang yang kusukai, tentu jelas merasa bahagia dengan hari itu, aku bersyukur hari itu ada dalam hidupku.

Namun tak lama, ada perasaan yang seharusnya yang tak kurasakan. Aku merasa…. BOSAN.

Entahlah..

Saat kuberanikan berbicara, ia melihatku, tepat di mataku. Kami bertemu pandang, walau awalnya aku merasa gugup tapi lama kelamaan tidak ada lagi. Perasaan yang awalnya bergetar tiba-tiba tak ada apa-apa. Aku memandangnya biasa, tak istimewa lagi. Aku tak malu lagi jika harus tertawa besar di hadapannya. Aku merasa tak ada kegugupan lagi sesaat lama di hadapannya. Tak ada sikap salah tingkah atau semacamnya yang kulakukan.

Aku bingung, apa ini? Bahkan di saat aku menikmati pemandangan membosankan itu, pertanyaan muncul di kepalaku… mengapa dulu aku sungguh mengagumi sosok di hadapanku ini? Mengapa aku begitu menyukainya hingga ingin gila karenanya, dulu?

Saat kegiatan itu selesai, ada perasaan yang aneh lagi.

T-A-K-U-T dan C-E-M-A-S.

Aku merasa ingin lebih lama lagi dengannya, melihatnya walau mungkin ia tak melihatku.

Aku tak ingin kegiatan itu berhenti.

Apakah aku merasakan rindu yang begitu dalam? Mungkin.

Saat di luar ruangan, kami bertemu kembali. Ada perasaan senang namun tak besar. Tak ada kegugupan dan salah tingkahku saat itu. Aku bahkan berani mengajaknya bicara, berdua saja. HEI! Sejak kapan aku berani memulai percakapan dengan orang yang kucintai?bahkan di sela-sela pembicaraan yang singkat itu, aku tak malu melihat matanya. Aku juga sesekali menyindirnya. Hei, ini bukan aku!

Saat dia berlalu pergi, aku pun memikirkan apa yang kulakukan. Dan sebuah pertanyaan besar muncul di otakku.

“Has my heart already moved on from him?”

Jika jawabannya, “yes” kurasa aku bisa memahami dan mengerti atas sikap biasaku padanya. Tapi, jika jawabannya, “no, not yet” lalu sikap apa yang baru saja kulakukan padanya? Kenapa aku tak kaku menghadapinya?

Maka dari itulah, aku bingung.

Huft.

0 comments: