Wednesday, September 29, 2010

#03. Story: Cinta yang Nyata

Malam itu, di sebuah kamar sederhana Aku sedang menyiapkan segala keperluan yang akan Aku gunakan di Jakarta nanti. Sekitar 30 menit sebelumnya, Aku Ai, hanya seorang wanita remaja biasa yang saat ini sedang mengikuti suatu kompetisi untuk mendapatkan beasiswa ke Jepang, diutus ke Jakarta sebagai wakil dari kota Makassar untuk melanjutkan tahap-tahap seleksi bagi murid yang akan dibawa ke Jepang melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di sana. Berita bahagia ini membuat semangatku berapi-api. Keluarga dan Orang tuaku menyertaiku. “Hmmm… packing packing ! Asyik, akhirnya mimpiku semakin dekat.” Batinku. “Tok-tok buka Ai” Sahut Mama Ai dari balik pintu. “Iya, masuk Ma, gak dikunci kok” Jawabku. “Ai, bagaimana persiapanmu untuk besok ? Apakah Gurumu akan mendampingi perjalananmu ?” Tanya Mama. “Entahlah, Ma. Ai kurang tahu. Mungkin, Ai ke sana didampingi panitia saja bukan Guru.” Jawabku. “Lalu, berapa hari kamu di sana ? Dan di mana kamu menginap Ai ?” Tanyanya lagi. “Hmm.. kata kakak panitia hanya 3 hari kok Ma. Dan sepertinya tempat penginapan belum jelas.” Jawabku. “Ohh begitu. Mama harap kamu jaga kesehatan dan baik-baik yah di kota orang.” Nasehat Mama. “He he he… Tenang saja Mama. Doakan Ai yah !” Candaku. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keesokan harinya, jemputan dari panitia kompetisi datang ke rumah untuk menjemputku. Aku pamit kepada Mama dan Bapak serta Saudaraku. Di bus itu, terlihat 4 orang peserta yang mewakili kota mereka masing-masing di tiap provinsinya. Salah satu panitia memberi penjelasan kepada kami. “Baiklah adik-adik sekalian, saat ini kita sedang menuju bandara Hasanuddin untuk berangkat ke Jakarta. Jaga stamina kalian dan jangan bikin malu kota kalian ! Oh ya, mohon maaf sekali, kami tidak memberi fasilitas pelayanan nginap, jadi kalian boleh mencari tempat nginap kalian sendiri.” “Haaaaaaahhhh….. Benarkah itu ?” Kecewa para peserta. “Iya, maaf karena kami baru memberi konfirmasi sekarang.” Di tempat duduk paling belakang. Aku memikirkan nasibku nanti di Ibukota. “Huh.. mau tinggal di mana aku ? Menginap di hotel tapi uangku tak cukup. Huh, menyebalkan.” Batinku mengeluh. Sekitar dua jam kemudian… “Baiklah adik-adik.. Kami akan memberi kalian uang transportasi Rp.200.000,- gunakan baik-baik.” Saran panitia. “Iya Kak.” Serentak peserta. “Ingat, kita akan berjumpa di tempat ini, gedung Manggarani. Di sini kita akan melakukan seleksi tahap selanjutnya selama 2 hari. Datanglah tepat waktu pukul 07.30 WIB. Jaga diri kalian dan sampai jumpa besok.” “Oke Kak !” Kami pun berpisah. Beberapa teman memutuskan untuk menginap di hotel dan beberapa lagi ingin ke rumah kenalan mereka. Aku sedikit merenung memikirkan tempatku menginap. “Hmmmm…… Oh ya aku ke rumah Jumriadi saja. Dia teman facebook ku. Mungkin dia bisa membantu. Untung saja Aku punya alamatnya. Tapi, apakah Aku punya keberanian yang cukup untuk mengunjunginya ? Ahhhhh… sudahlah ! harus kulakukan.” Gumamku. Beberapa menit kemudian, dengan memanfaatkan taksi, Aku ke rumah temanku itu. “Hmm… Tok-tok.. Assalamualaikum.” Teriakku dengan sedikit keraguan. “Iya .. Walaikum salam..” Sahut seseorang. “Waduh.. Siapa dia ? Apakah dia Jumriadi ? Ahhh, teman dunia mayaku kini akan kulihat dalam dunia nyata.” Cemasku dalam hati. Pintu itu terbuka, kulihat seorang laki-laki remaja berkacamata yang memakai baju kaos kusut seolah baru bangun dari tidurnya. Ia melihatku dengan heran. “Ng? Maaf cari siapa ?” Tanyanya. “He he.. Hei.. Ini Aku. Aku mencari temanku Jumriadi.” Jawabku dengan sedikit gugup. “Hmm, Aku Jumriadi. Kamu mencariku ? Siapa kamu ? Ada apa ?” Tanyanya dengan heran. “Ng..ng..nggak.. Eh.. eh.. Iyaa.. Ini Aku Jum, Ai.” Jawabku terbatah-batah. “Ai ? Ai siapa ?”Wajahnya tampak bingung. “Ckckckck.. Sial ! Aku tak mampu berkata-kata ! Apakah pergi saja darisini yah? Tapiii…” Batinku. “Ng? Kenapa diam ?” Tanyanya. “Ai Ai coryde. Temanmu dalam dunia maya. Aku datang ke sini ingin meminta bantuanmu. Aku sedang mengikuti suatu kompetisi yang berlangsung di kota ini selama 3 hari tapi panitianya tidak memberi fasilitas pelayanan menginap. Aku sangat menyesali panitia itu. Aku tidak tahu harus ke mana lagi. Jadii…” Jawabku cepat. “Hah ? Ai ? Benarkah ? Hmmm…” Kagetnya. “Iya.. Maaf datang mendadak. Aku kebingungan. Bolehkah aku menginap di sini? Oh ya, mana Ibumu, Aku ingin meminta izin darinya.” Jawabku. “Eh ? Eh ? Tu.. tunggu !” Sekitar 2 menit kemudian, Ibunya datang. “Ada apa Nak ?” Tanya seorang Ibu yang cantik dan tampaknya ramah. “Be..begini Tante, Aku Ai. Teman Jumriadi di facebook. Aku sedang mengikuti suatu kompetisi yang berlangsung di kota ini selama 3 hari tapi panitianya tidak memberi fasilitas pelayanan menginap. Aku kebingungan. Kebetulan Aku mengingat Jumriadi yang merupakan masyarakat di kota ini. Jadi, Aku memutuskan ingin meminta bantuan padanya. Yah, untuk di izinkan menginap di rumah Tante. Bolehkah ?” Jawabku jelas. “Hmm… Baiklah Tante izinkan. Jangan sungkan. Kasihan anak perempuan sepertimu tak punya tempat menginap di kota sebesar ini. Bahaya ! Iyakan, Jum ?” “I..i..iya.” Jawabnya seolah masih tak percaya atas keberadaanku. “He he.. Terimakasih banyak Tante. Ai tidak akan merepotkan. Ai janji. Ai akan bantu-bantu di sini. PASTI !” Jawabku dengan sigap sambil tersenyum. “Iya Nak. Tenang saja. Hmmm, nama Tante, Dina.” Jawab Ibu Mul dengan tenang. Akupun diizinkan masuk ke rumah sederhana tempat Jumriadi tinggal selama ini. Suasana rumah yang tenang, damai dan udara yang sejuk. Aku sangat bersyukur bisa tinggal di rumah ini untuk 3 hari lamanya. “Hmmm… A.. Ai ini kamarmu. Semoga kamu betah yah !” kata Jumriadi sedikit merasa gugup. “Hhmmpp.. Iya. Thanks yah. He he..” Jawabku sambil senyum. Beberapa jam Aku mengurung diriku di kamar itu. Aku tidak melamunkan sesuatu. Tapi Aku sedang memikirkan bahwa apa yang kulakukan adalah suatu keberanian yang langka. Ha ha ha… “Haaahhh… Sadarkah Kau Ai ? Kau berada di rumah teman facebookmu yang Kau idam-idamkan tuk jadi kekasihmu. Berani sekali dirimu. Ha ha ha…” Batinku. Entah kenapa Aku tidak merasa bosan tinggal berlama-lama di kamar itu. Sesekali Aku keluar dari kamar itu dan menuju ke teras rumahnya dan melihat sekeliling lingkungan yang benar-benar berbeda dengan lingkungan rumahku yang ada di kota Makassar. Aku sangat menikmatinya. Kemudian Aku masuk lagi ke kamarku untuk menyiapkan diriku mengikuti tahap selanjutnya esok hari. Tanpa terasa mungkin karena kelelahan, Akupun tertidur. Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB… Aku terbangun. “Arrgghh… Sial ! Aku tertidur selama 4 jam. Duh, malu sekali jika Jumriadi tahu.” Gumamku dalam hati. Aku beranjak dari tempat tidur yang empuk itu. Dan mandi untuk menyegarkan badanku. Setelah mandi, saat sedang memakai pakaianku tiba-tiba… “Tok-tok… Ai ? Ayo makan malam.” Panggil Ibu Jumriadi dengan lembut. Suara itu mengagetkanku. Aku membuka pintu itu dengan pelan. “Iya, Tante.. Ai makan belakangan saja. Tante makan duluan gih, Ai tidak mau merepotkan.” Jawabku tenang. “Lho ? Tak apa kok. Sekarang sudah hampir jam 8 malam, kamu harus makan. Mari makan bersama-sama. Jangan menolak, itu tidak baik.” Ajak Ibu yang baik hati itu. “Ehh.. Baiklah Tante.” Jawabku. Akupun keluar dari kamar itu dan menuju ke ruang makan bersama Tante Dina. Aku melihat seorang laki-laki remaja sedang menyiapkan peralatan makan dibantu oleh adik laki-lakinya yang lucu. Mereka melakukan semua itu dengan penuh canda tawa. Aku bahagia melihatnya. “Hei Hei.. Sudah.. Jangan main terus. Sudah selesai mengatur peralatan makan kan ? Ayo kita makan.” Ajak Ibu Dina pada kedua anaknya. “Lhooooooo ? Siapa dia Ma ?” Tanya anak laki-laki yang lucu itu. “Oh.. Dia temanku, Dik.” Jawab Jumriadi. “Iya..Iya.. Dik salam kenal. Nama kakak Ai. Bolehkan kakak tinggal di sini dalam waktu 3 hari ?” Tanyaku pada Anak kecil itu. “Hmmm… Iya iya.. Nama Aku Lintar. Hore, ada orang baru. Rumah kita gak akan sepi lagi.” Katanya dengan bahagia. Kulihat tante Dina dan Jumriadi hanya tersenyum melihat anak kecil yang ceria itu. Aku juga ikut tersenyum. Setelah makan malam, Tante Dina sibuk mencuci beberapa peralatan makan yang telah kami pakai. Sedangkan Lintar dan Jumriadi asyik menonton TV. Aku merasa seperti ratu saja di sini, oleh karena itu Aku menawarkan bantuan untuk mencuci peralatan makan itu. Setelah membantu sedikit, Aku kembali ke kamar untuk mengambil handphoneku dan buku pelajaran. Aku berniat tuk belajar di teras rumah itu. Akupun menuju ke teras rumah itu. Udaranya sangat sejuk di malam hari. Beberapa menit Aku belajar, entah kenapa Aku jadi bosan tuk belajar dan menyimpan bukuku di meja yang juga terdapat di teras itu. Aku melepas rasa bosanku dengan melihat bintang. Tapi, keasyikanku melihat bintang-bintang itu terusik oleh beberapa suara laki-laki yang melintas di depan teras. “Hei…hei.. Cewek ! Lagi apa Neng ? Hmm, kamu saudaranya Jumriadi ya ? Wah, kenalan donk !” Kata pria itu. “Eh.. Iya.. Aku orang baru di lingkungan ini. Salam kenal. Aku Ai.” Jawabku sedikit terkejut. “Lagi apa? Boleh kami temani ? He he, tidak baik cewek sendirian malam-malam begini.” Tawarnya dengan senyum. “Eh ? Tidak perlu.” Jawabku kecut. “Duh, kenapa sih Ai ? Kami ganggu ya ?” Tanyanya. “Tidak kok.” Jawabku. Tiba-tiba pintu rumah Jumriadi terbuka. Aku melihat jumriadi keluar dan menghampiriku yang sedang merbincang-bincang dengan kedua pria asing tersebut. “HEI ! Kalian berdua sedang apa ? Jangan ganggu cewek itu.” Tegur Jum. “Lho lho ? Kau kenapa ? Kami hanya ingin menemani saudaramu ini. Tak apa tah ? Kami tidak mau saja melihat cewek sendirian malam-malam begini.” Jawab mereka. “Tidak perlu. Aku bisa menjaganya. Toh, dia pacarku, bukan saudariku.” Ancam Jumriadi. “Eh? A.. apa ?” Tanyaku heran. Jumriadi memberi kode padaku agar Aku mengiyakan semua ucapannya, Karena Aku tak mau diganggu dengan pria-pria asing itu, Akupun setuju. “Iya.. Tidak apa-apa. Kalian berdua boleh pergi, jumriadi pacarku, akan menemaniku. Terima kasih sebelumnya.” Kataku sambil tersenyum pada kedua pria itu. “Baiklah.. Hati-hati ya. Dan Kau Jum, santai Bro ! Kami takkan mengganggu pacarmu !” Jawab pria itu tegas. “Fufufu.. Sudahlah. Pergi sono!” Jawab Jum sombong. Terus terang, Aku terkejut melihat sikap Jumriadi barusan. Dia tampak sangat gagah berani. Beberapa menit kemudian setelah kedua pria itu pergi, Aku hanya terdiam di teras itu. entah apa yang ingin kukatakan, Aku gugup sebab orang yang kucintai sejak dulu kini ada di hadapanku. Kegiatanku sebelumnya yaitu melihat bintang pun terhenti begitu saja. Jum pun diam saja. Dia hanya memainkan hpnya tanpa mengerti bahwa di sini Aku mengharapkan sepatah-kata darinya untuk menjelaskan pengakuannya bahwa ia adalah pacarku kepada dua pria asing tadi. Yah, tapi Aku tahu dia memang pria cuek. Tiba-tiba dia mulai berbicara padaku. “Hmm.. Hei Ai. Ayo masuk. Kamu tidak bosan ? Wah membosankan sekali di sini.” Ajaknya. “Eh? Hmm.. Baiklah. Oh ya, terima kasih telah menemaniku dan mengusir dua pria tadi.” Tanyaku gugup. “Oh itu.. Iya sama-sama. Yuk !” Jawabnya senyum. Akupun masuk kembali ke kamarku dan sejenak memikirkan apa yang telah terjadi barusan. Terus terang Aku berharap dia mengatakan bahwa ia adalah kekasihku itu benar adanya. Aku ingin menjadi kekasihnya. Ha ha ha… Aku memikirkannya malah sambil tersenyum-senyum sendiri seolah seorang remaja wanita yang dimabuk asmara. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keesokan harinya… Pukul 05.00 WIB Aku sudah bangun dan menyiapkan segala keperluanku. Pukul 06.30 WIB Aku keluar kamar dan siap-siap ingin berpamitan untuk berangkat menuju gedung Manggarani. Tapi, Aku melihat keadaan rumahnya masih sepi, dan tampak Jumriadi pun telah bersiap-siap berangkat ke sekolahnya. Keadaan rumahnya memang sepi sebab penghuni rumah itu hanya 3 orang. Aku melihat Ibu Dina sedang menyiapkan sarapan untuk Jumriadi dan juga untukku. Dan mungkin adik Lintar masih tidur. “Tante Dina, Ai pamit ke gedung Manggarani. Ai akan melakukan kompetisi Di sana. Doakan ya !” Kataku dengan canda. “Iya, tapi kamu sarapan dulu Nak. Hei Jum, kamu juga sarapan. Oh ya, kalau bisa kalian berangkat bersama saja.” Kata Ibunya tenang. “Iya Ma. Tapi, arah sekolahku dengan gedung itu beda Ma.” Jawabnya. “Tidak apa-apa kok tante. Ai bisa sendiri.” Jawabku sambil tersenyum. Kami pun sarapan bersama. Jujur saja, Aku masih merasa grogi atas peristiwa semalam. Tak kusangka dia tenang-tenang saja. Tak tahukah dia? Aku sangat gugup makan bersamanya. Bahkan, ia tidak memandangku sedikitpun. Akhirnya Aku berangkat menggunakan taksi karena Aku tidak tahu jika harus menggunakan angkutan umum. Sesampainya di gedung itu, Aku melihat beberapa peserta yang sepertinya sudah sangat siap menjalani seleksi ini. “Huftt.. Semoga saja konsentrasiku tidak terganggu.” Batinku cemas. Setelah 5 jam mengikuti seleksi. Alhamdulillah, Aku menjalani semuanya dengan lancar. Para panitia di sana sangat ramah. Aku tidak ingin kembali secepat itu. oleh karena itu, Aku berbincang-bincang dengan teman peserta lainnya. Setelah itu, kami mendapat sedikit pengarahan dari kakak panitia. Aku juga memanfaatkan waktuku dengan berjalan-jalan di Ibukota. Setelah beberapa jam, Akupun kembali ke rumah. Aku kembali sekitar pukul 17.00 WIB. Sesampainya di rumah, ternyata Ibu Dina mencemaskanku. Tapi, setelah kujelaskan akhirnya dia mengerti. Ibu yang baik hati sekali. Kemudian Aku langsung menuju ke kemarku dan istirahat sebentar. Kemudian Aku mandi sore untuk menyegarkan perasaanku. Setelah itu, Akupun kembali melakukan aktivitasku seperti sebelumnya yaitu makan malam, menonton TV, belajar dan menenangkan fikiran di teras rumah itu pada malam harinya. Tak ada yang istimewa kali ini. Bahkan Jumriadi tidak pernah mengajakku ngobrol. Ia juga tak mengampiriku di teras dan kedua pria asing yang kemarin itu tidak datang. Akupun disibukkan dengan kegiatanku sendiri guna sukses menjalani seleksi itu. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Hari kedua, seperti biasa kulakukan aktivitasku lagi. Kali inipun tak ada yang berbeda. ----------------------------------------skip----------------------------------------------------------------- Tapi, saat Malampun tiba. Aku pulang dari gedung Manggarani sekitar pukul 18.30 WIB. Aku sedikit takut pikirku, mungkin Ibu Dina semakin mencemaskanku. Sesampainya di sana, keadaan rumahnya Jumriadi sangat sepi. Tidak ada anak kecil itu, dan tidak ada Ibu Dina. Yang ada hanya Jumriadi yang sedang menonton TV. “Hmm.. Assalamu alaikum. Tante ?” Panggilku. “Mama pergi temani Lintar beli mainan.” Jawab Jumriadi. “Oh..” Jawabku singkat. “Hmmm… Kamu kemana saja ? Lama sekali baru pulang, kalau mau lama pulang harusnya kamu bilang lebih dulu. Aku mengkhawatirkanmu, bodoh !” Katanya sedikit keras. Kemudian dia mematikan televisi dan menghampiriku yang sedang berdiri di depan kamarku. “Eh ? Aku heran ada apa dengannya ? Kenapa dia bilang begitu ?” Gumamku dalam hati. “Apakah dia benar-benar mengkhawatirkanku atau hanya apa ? Jangan berbaik hati padaku, nanti aku berharap padamu.” Cemasku dalam hati. “APA ?” Katanya sedikit emosi. “Maaf.. Aku keenakan bercanda dengan para peserta lainnya. Aku lupa diri. Maafkan Aku. Tidak akan kuulangi.” Jawabku takut. “Baiklah.. Sudahlah.” Katanya. Kemudian ia langsung masuk ke kamarnya. Mungkin dia marah, Akupun tidak tahu ada apa dengannya. Tiba-tiba memarahiku. Sekitar pukul 8 malam. Aku pamit ke Jumriadi yang sedang merenung di teras rumahnya untuk mencari makan. Sebab, Ibu Dina belum pulang. “hhmmm, Ai mau keluar dulu cari makan malam.” Kataku. “Jangan ! Tunggu Mamaku pulang. Aku juga sudah lapar.” Jawabnya tenang. “Tapiiii…” Tolakku. Huft. Karena takut marahnya kembali lagi, Aku menuruti katanya. Aku hanya diam di teras itu seperti orang bodoh. Menyebalkan. “Arrgghhh.. Sudah setengah jam nih, Aku lapar ! “ Batinku. Karena tak sabar lagi, Aku beranjak dari tempat dudukku dan melintas begitu saja di hadapannya tanpa bekata sedikitpun padanya. Kupikir ia mungkin tak menyadari bahwa Aku melintas dihadapannya, sebab ia sibuk memainkan handphonenya. Tapi, tiba-tiba ia menarik lenganku, akupun terkejut dan terdiam. “Hei ! Mau kemana ? Sudah kubilang tunggulah dulu.” Pintanya. “A.. Aku.. Maaf Aku tidak bisa. Lagipula Aku juga ingin sekali-kali berjalan-jalan sekitar daerah ini sambil mencari toko makanan. Jadi, kumohon lepas tanganku” Jawabku gugup. Akhirnya ia melepas tanganku, Aku semakin grogi dibuatnya. Dia jadi diam, sangat diam. Aku berusaha tidak melihat wajahnya dan beranjak pergi dari hadapannya. Tapi, tiba-tiba selang dua langkah kakiku pergi, ia menarik tanganku kembali. Kepalanya sedikit menunduk. Karena terkejut, tiba-tiba Aku jatuh menimpa kepalanya. Bisa dibilang jatuh dipelukannya. Aku tak bisa bangun. Dia memegangku begitu kuat. “Jangan pergi. Kumohon ! KAU TAHU ? AKU MENCEMASKANMU BODOH ! MALAM-MALAM BEGINI KAU INGIN KELUAR ? BETAPA PAYAHNYA AKU SEBAGAI LAKI-LAKI.” Katanya dengan keras. “Eh..eh ? Ha ha ha.. Kau berlebihan.” Jawabku. Tapi, ia hanya terdiam. “Maaf. Sebaiknya kamu jangan merasa begitu, anggap saja Aku tidak apa-apa. Jangan memikirkan keadaanku. Aku bisa jaga diri kok.” Kataku untuk menenangkannya. “SUDAHLAH ! Kukatakan sekali lagi, JANGAN PERGI BODOH !” Tiba-tiba dia memelukku. Aku merasa sangat nyaman berada disisinya. Entah kenapa Aku hanyut akan suasana bodoh itu. Aku membalas pelukannya. “Aku mencintaimu.. Aku senang kamu hadir didunia nyataku. Aku bahagia Ai ! Walau ini hanya sebuah kebetulan.” Kata Jumriadi sembari memelukku erat. “Ehh..? Benarkah?” Tanyaku pelan seakan tak percaya. “Benar.. Maaf jika sikapku cuek padamu. Itu karena Aku kacau berada di dekatmu. Sangat kacau hingga tak mampu berbuat apa-apa dan hanya bisa diam saja. Aku sungguh payah.” Jawabnya panjang lebar. Tiba-tiba suara Anak kecil yang nyaring mengagetkan kami berdua. Dengan segera Aku melepas pelukanku, jumriadipun begitu. “Lhoooooo ? Kakak sedang apa ? Cie..cie..” Kata Lintar. “Hussshh… dasar kamu Lintar ! Masuk gih. Ai dan Jum, kalian kenapa ?” Tanya Ibu Dina heran. Aku tak sanggup menjelaskan semuanya. Aku malu, sangat malu. Aku bangun dari tempat itu. Aku beranjak lari dari teras itu menuju kamarku, dan melepaskan diri dari pegangan tangan Jumriadi yang dingin itu. Karena hal itu, Aku tak bisa tidur semalaman. Aku memikirkannya. Aku masih tidak percaya. Jum mempunyai perasaan yang sama denganku. “Apakah ini kenyataan ? Benarkah ?” Gumamku. Tiba-tiba Hpku berdering… segera kuangkat telepon itu tanpa melihat nama siapa yang meneleponku tengah malam begini. “Ha..halooo ? Iya ?” Kataku. “Ai.. Ai apakah kamu sudah tidur ? Aku tidak bisa tidur Ai. Aku menunggu jawabanmu.” Ucap seorang lelaki yang kutahu suaranya. Yah, dia pasti Jumriadi. “Ehhh ?” Kemudian Aku terdiam sejenak hingga ia menyadarkanku dari lamunanku. “Ai ? Apakah kamu mendengarku ?” Tanyanya heran. “Iya, aku dengar. Hmm.. Aku belum tidur, karena Aku memang tidak bisa tidur. Dan be…benar.. Aku masih memikirkan apa yang kamu katakan tadi di teras.” Jawabku gugup. “Lalu ? Apakah kau juga mencintaiku ? Tahukah ? Ibuku sudah tahu semuanya. Aku menjelaskannya tadi di teras dan responnya sangat menyenangkan. Sekarang Aku hanya menunggu jawabanmu.” Jelasnya panjang lebar. “Be..benarkah ? H..hm.. Iya. Aku juga mencintaimu, sejujurnya sudah lama sejak Aku mulai akrab denganmu di dunia maya.” Jawabku malu, sangat malu. “YES ! Syukurlah ! Terima kasih Ai. AISHITERU !” Jawabnya cepat.. “Tuutt…tuuutttt…” “Lho ? Kok mati ? Hah, dia mematikan telponnya setelah tahu isi hatiku. MENYEBALKAN !! Tapi, tak apalah,…” Gumamku sambil tersenyum bahagia. Aku menoleh ke jam yang ada pada handphoneku. “Hmmmm…. Jam 01.15 WIB. Tanggal 9 Juni 2010. Ha ha ha, Aku jadian dengan Jumriadi !!” batinku bahagia. Dan akhirnya Aku bisa tidur nyenyak malam ini. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keesokan harinya begitu berbeda. Ibu Dina seolah sangat merestui kami berdua. Dia menyuruhku membangunkan Jumriadi yang telat bangun mungkin karena kejadian yang membahagiakan semalam. Aku menolak, tapi.. Ibu Dina tetap memaksaku dan akhirnya kulakukan. Aku menuju ke kamar Jumriadi. Tampak sangat berantakan. Dia masih tertidur. “Hei.. bangun.” Teriakku tanpa menyentuhnya. “HEI !!” “HEI !! BANGUN JUM ! SUDAH SIANG NIH !!” Teriakku keras. Aku menarik selimutnya dan menarik kakinya agar bisa membangunkannya. Tapi, Aku payah sekali, tubuhku yang ringan ini malah terpeleset dan jatuh tepat di dadanya. “Arrgghhhh.. Siall !! Bau banget nih Jum. Bau iler ! wkwkwk…” Batinku tertawa. “Nyam..nyamm.. ng ?? Ai, Kaukah itu ? kenapa Kau… ADA DI KAMARKU DAN MEMELUKKU ???” Tanyanya kaget. “Maaf! Aku disuruh Ibumu. Dan tanpa sengaja Aku terpeleset dan jatuh. Ini tidak sengaja, sungguh !” Jawabku takut. Aku langsung bangun dari tempat tidurnya yang kusut itu. matanya yang sipit langsung terbelalak. Ha ha ha… “Baiklah ! Aku sudah bangun. Jadi, kamu keluar gih dari kamarku.. Aku malu! Payah !” kata Jum sangat malu. Aku lari keluar dari kamarnya dan sedikit tertawa. Ahahah… Bahagia sekali Aku. Setelah beberapa menit menunggunya bersiap-siap, akhirnya ia keluar dari kamarnya dan kami sarapan bersama. Di meja makan itu, Aku, Ibunya, dan Jumriadi berbincang-bincang sebentar. “Wah… Mama senang nih, ada yang baru jadian. He he !” Sindir Ibu Dina. “ngekkk ???” Aku terkejut. “He he.. Makasih Ma. Eh, Ai.. Aku ingin mengajakmu jalan. Aku ingin kamu mencicipi makanan khas di Jakarta. Ha ha ha..” Ajak Jumriadi “I..iyaa” Jawabku pelan karena malu pada ibunya. Aku mengangguk pelan tanda setuju. ------------------------------------skip---------------------------------------------------------------------- Hari ini Aku hanya hari perpisahan bagi para peserta kompetisi. “Adik-adik sekalian, ini adalah hari terakhir kita berjumpa dengan peserta lain dari berbagai daerah yang berbeda. Pengumuman akan segera kami luncurkan di kota asal kalian masing-masing. Jadi, tunggulah kabar gembira itu di kota kalian.” Sepatah-kata dari salah satu panitia. “Iyaaaaa… Kak !!” Jawab kami, para peserta. Kamipun menghabiskan waktu perpisahan kami dengan berfoto-foto di sekitar gedung Manggarani. Kami juga membahas sedikit masalah soal-soal seleksi. Oleh karena itu, setelah aktif dalam kegiatan di gedung itu, Aku sengaja pulang lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Aku sangat menantikan jalan bersama pacar baruku, Jumriadi. Ha ha ha… Siang harinya Jumriadi mengajakku ke sebuah rumah makan sederhana. “Ini dia.. Kita makan siang di sini. Semoga Ai suka.” Ucap Jumriadi sambil senyum kecil. “Iya.. Pasti ! Terimakasih.” Jawabku. Entah kenapa selera makanku tiba-tiba hilang. Ada yang mengganjal di otakku. Aku melihatnya sangat sigap mmenikmati makanan itu. “Ehheemmm….” Kataku sebagai awal perbincangan. “Ng ? Kenapa ?” Tanya Jum tenang. “Jum, besok Ai berangkat ke Makassar lho ! Pengumuman akan dibagikan di kotaku, Makassar.” Kataku tenang. “Iya.. Aku tahu. Lalu ?” Jawabnya tenang sambil melanjutkan makan siangnya. “Huh… Cuek banget ! Apa dia tidak fikir kalau Aku kembali ke Makassar, kami akan sulit bersama lagi ! Ckckck” Batinku gusar. “Tidak apa-apa.” Jawabku singkat. Setelah makan siang, kami kembali pulang ke rumah menggunakan angkutan umum. Sesampai di rumah, Aku terdiam saja. Aku tidak tahu apa yang ingin kukatakan. Aku dan Jum duduk bersama sambil menonton TV. Aku tak tahu acara TV apa yang kami nonton saat itu. Fikiranku terganggu akan bagaimana nasib hubungan kami yang baru ini jika Aku kembali besok. “Ai, apakah kamu akan melupakanku sesampaimu di Makassar ?” Ucap Jum tiba-tiba tanpa memandang wajahku. “Eh..?” Aku kaget. “Iya. Apakah kamu mau melanjutkan hubungan ini ?” Tanyanya. “Iya ! Tak apakan ? Long distance relationship. Aku takkan melupakanmu dan takkan mengecewakanmu. Kamu harus percaya itu.” Jelasku. Tiba-tiba ia berbalik padaku dan memelukku lagi. “Ai.. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Jangan lupakan Aku. Aku akan merindukanmu.” Ucapnya pelan seolah berbisik padaku. “I…iyaa.. Ai percaya.” Jawabku tenang. Aku sangat merasakan kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya di rumah itu. Aku mempunyai segala kenangan indah di rumah itu. Bersama Ibu Dina, Adik Lintar dan kekasihku tersayang Jumriadi. “Kau tahu Ai? Kamu memang tidak berbeda dengan Ai yang kukenal dari dunia maya. Tetaplah jadi Ai yang seperti ini.” Ucap Jumriadi. “Hmmm…” Jawabku sambil tersenyum. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keesokan harinya, pukul 07.30 WIB Aku berpamitan pada mereka. “Terimakasih Tante atas keramahan Tante. Terimakasih adik kecil atas kesediaannya menerima Kakak di sini untuk sementara” Kataku sebagai ucapan selamat tinggal. “Iya Nak sama-sama. Hati-hati yah. Tante akan merindukanmu.” Jawab Ibu Dina. “Iyaaaaaaa Kakak... ! Lintar juga senang kok ! He he.. dadah Kakak !” Ucap Lintar dengan polosnya. “Iya, Ai akan sangat merindukan Tante dan Lintar.” Kataku tenang. “Hmm.. jum.. Jumriadi, Ai pamit dulu!” Kataku dengan sedikit gugup. Jum hanya terdiam melihatku berpamitan sambil memeluk Ibu Dina dan Lintar. Saat Aku mulai berbalik menuju taksi, tiba-tiba.. ia menarikku dan Jumriadi memelukku.. “Selamat tinggal Ai. Aku akan sangat merindukanmu. Semoga kita bisa berjumpa lagi.” Bisiknya pelan. Aku hanya diam saja tak mampu menahan air mata ini. Setetes dua tetes air mataku jatuh. Kulihat Jumriadi juga menahan air matanya. Setelah memelukku, dia mencium keningku. Betapa sedihnya hatiku harus meninggalkan kekasihku tercinta. “SELAMAT TINGGAL SEMUANYA. SEMOGA KITA AKAN BERTEMU LAGI !! AMIN…” Ucapku sambil menahan tangisan itu dengan tawa ceria palsu dariku. Akupun masuk ke dalam taksi membawa barang-barangku untuk menuju ke bandara. Aku membuka jendela taksi dan melambaikan tangan sambil tersenyum. Kulihat Ibu Dina, Lintar dan Jumriadi membalas lambaian tanganku. Senyuman Ibu Dina dan si kecil Lintar menenangkan perasaan gundahku. Tampak murung jelas terlihat dari wajah Jumriadi, aku hanya mengacuhkan semua itu. Tiba-tiba di bandara, handphoneku berbunyi tanda ada pesan masuk. Isinya adalah: ================================================================= “Ai, Selamat jalan. Semoga kamu selamat sampai di Makassar. Aku akan setia menunggumu disini. Pegang janjiku !” By: Jumriadi. ================================================================= “hufftt… Aku juga Jum. Aku takkan melupakanmu. Kita masih bisa berkomunikasi dari facebook atau SMS dan telepon.” Itulah balasan dariku. ============================================================= Akhirnya 3 jam kemudian, Aku telah berada di rumahku, rumahku yang di Makassar. Tak ada lagi Ibu Dina yang ramah, anak kecil yang polos, teras rumah yang menyejukkan dan Jumriadi. Yah.. kini yang ada hanya kenangan indah bersamanya dan hanya akan berlanjut dari dunia maya. Aku tetap melanjutkan mimpiku. Aku menunggu pengumuman dari panitia kompetisi. Aku berharap bisa lolos ke Jepang dan menyelesaikan pendidikanku di sana. Hubungan kami berlanjut sebagai hubungan jarak jauh. Waktu yang akan menjawab kapan kami akan bertemu lagi. Aku akan setia menunggu saat itu datang.

0 comments: